Selasa, 8 Maret 2023 Indonesian Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) menyelenggarakan serial webinar Resonansi dengan tema “Koperasi Data”. Serial webinar Resonansi adalah diskusi bulanan yang diselenggarakan oleh ICCI dengan tujuan terwujudnya gerakan kolektif yang dipicu oleh kesamaan frekuensi bentuk visi dan gagasan inovatif.

Webinar dipandu oleh Anis Saadah selaku Managing Director ICCI, yang menegaskan “Jadi, mengapa Koperasi Data diangkat menjadi tema dalam bulan ini karena kami melihat bahwa di era digital, data adalah asset baru yang diproduksi oleh setiap pengguna ponsel. Hari ini pengguna ponsel yang terhubung ke internet mencapai 210 juta orang. Mereka menghasilkan jejak digital dari aktivitasnya di ponsel. Mulai dari aktivitas di media sosial, ecommerce, pencarian dan lain sebagainya. Yang terjadi, jejak digital tersebut ditambang dan diolah para pemilik platform. Sedangkan pengguna ponsel tidak menerima hasil dari monetisasi tersebut”.

Diikuti oleh 50 peserta dari berbagai latar belakang, webinar dibuka dengan persentasi dari narasumber pertama, Anggoro Prasetyo selaku Co-Founder dari Kedata Indonesia Digital. Anggoro memaparkan terkait “Big Data dan Model Bisnis yang Relevan”. Dalam materi ini Anggoro memberikan pandangan bagaimana data diproduksi, diolah hingga menjadi insight tertentu bagi suatu perusahaan yang berkepentingan.



“Apa yang kami lakukan di Kedata salah satunya membuat insight bagi perusahaan tentang apa yang menjadi topik utama di sosial media seperti Twitter, Instagram bahkan Facebook. Kami bisa melihat topik tertentu yang menjadi perbincangan utama netizen dalam suatu waktu”, terang Anggoro.

Narsumber kedua yakni Novita Puspasari mahasiswa doktoral Monash University sekaligus Dewan Pakar ICCI, menyampaikan paparan tentang “Konsep dan Praktik Koperasi Data di Berbagai Negera”. Novita membuka dengan pertanyaan kritis yang dikutip dari Alex Pentland dan Thomas Hardjono “Data, oleh sebagian orang, terkenal disebut “minyak baru” dan berasal dari jejak digital netizen. Lalu mengapa, kendali atas sumber daya baru yang kuat ini terkonsentrasi pada begitu sedikit orang?”

Selain itu Novita memberikan pandangan yang menarik mengenai, “Mengapa data yang kita miliki harus dikelola melalui koperasi data?”. Novita melihat bahwa dengan kekuatan kolektif misalnya 100 juta anggota yang secara sukarela mengumpulkan data mereka, akan menjadi kekuatan yang diperhitungkan oleh mitranya. Dengan berbasis koperasi, anggota pemilik data dapat mengontrol datanya lebih etis dan bertanggung jawab serta memberi keuntungan bagi mereka.

Koperasi data juga sudah bertumbuh di berbagai negara. Novita memaparkan beberapa model contoh: Pertama, Salus Cooperative dan Midata, koperasi data di sektor kesehatan. Salus Cooperative berdiri sejak Tahun 2017 di Barcelona. Kedua, Driver’s Seat yakni koperasi milik pengemudi yang didirikan di AS pada tahun 2019, dengan tujuan untuk membantu pekerja gig economy mendapatkan akses transaksi dan mendapatkan insight dari data tersebut.



Data Coop, Swash, The Good Data adalah contoh koperasi lainya dengan bisnis model data untuk benefit komunitas tersebut. Namun model ini tidak terlepas dari tantangan seperti kepercayaan, literasi dan kepedulian terhadap data dan skalabilitas yang menjadi tantangan dalam mengembangkan koperasi data itu sendiri.

Narasumber ketiga yakni Firdaus Putra, HC., selaku Ketua Komite Eksekutif ICCI sekaligus Tenaga Ahli Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM. Narasumber ketiga memaparkan materi tentang “Kontekstualisasi Koperasi Data di Indonesia”. Firdaus adalah pelopor Koperasi Data yang telah mendorong gagasan itu pada tahun 2020 melalui artikelnya di Kompas dengan judul “Tak Bisa Tunggu Bill Gates Bikin Koperasi Big Data”.

Firdaus berpandangan, “Bahwasanya hari ini jejak digital pribadi yang kerap kali dilihat sebagai limbah, nyatanya adalah serpihan emas yang bila diakumulasikan menjadi bongkahan emas. Sayangnya sekali lagi yang menikmati dari bongkahan emas tersebut bukan para produsen data, yakni pengguna ponsel, sebaliknya para pemilik platform“. Itulah cara kerja yang disebut sebagai era surveillance capitalism, di mana ekosistem digital menghasilkan big data  seperti Facebook, Youtube, Instagram dan lain sebagainya.

Narasumber juga memaparkan kondisi di Indonesia  saat ini terdapat 370 juta dengan 204 juta pengguna  pengguna internet, yang mana 191 jutanya aktif di media sosial. Pengguna smartphone 96% dengan durasi penggunaan rata-rata 8,5 jam per hari. Sehingga ada milyaran bit data yang diproduksi oleh para pengguna saban harinya.

Koperasi Data sangat feasible diimplementasikan di Indonesia di mana koperasi melakukan agregasi anggota dan bermitra dengan penyedia teknologi dalam mengolah data sehingga hasil atau insight akan digunakan untuk kebermanfaatan komunitas maupun dimonetisasi ke perusahaan swasta yang membutuhkan. Ujungnya keuntungan tersebut dikembalikan kepada produsen data, yakni pengguna ponsel dalam berbagai skema yang tertentu.



Model ini bisa menggunakan koperasi multi pihak yang akan mengolaborasikan antara Pengguna-Produsen, Pendana, Pekerja Digital, Inisiator & Advisor. Skema multi pihak tersebut dapat mempercepat upaya pembangunan koperasi data yang membutuhkan investasi tidak sedikit. “Kehadiran kelompok Pendana dapat menjadi leveraging factor yang juga didukung dengan adanya kelompok Pekerja Digital. Pekerja Digital ini terbentang mulai dari engineer, data scientist, analytic dan banyak ragamnya”, terangnya.

Selepas narasumber menyampaikan pokok-pokok pandangannya, tiga Penanggap memberi respon kritis atas paparan mereka. Ada Dr. Hendrikus Passagi Ketua Umum ANKI (Asosiasi Neo Koperasi Indonesia), kemudian pegiat blockchain Tanti Ruwana selaku Founder Inamart dan Handika Febrian dari praktisi hukum/ lawyer.

Para Penanggap memberikan respon positif atas terselenggaranya webinar ini dengan memberikan pertanyaan kritis dan masukan dari kepakarannya masing-masing. Dr. Hendrikus mempertajam diskusi dengan rangkaian pertanyaan seperti kebermanfaat ekonomi apa yang bisa didapatkan, bagaimana perlindungan konsumen dilakukan serta masukan lain yang relevan. Berikutnya Tanti fokus pada jenis data apa yang dianggap urgen untuk dikonsolidasi melalui koperasi data ini. Menurutnya data kesehatan menjadi hal mendasar yang perlu diupayakan. Kemudian Handika, memberikan respon terkait dengan hukum dan regulasi, di mana yang bersangkutan mengulas tentang beberapa ketentuan dan konsekuensi UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang diundangkan belum lama ini.

Webinar diakhiri dengan closing remark yang bagus oleh salah satu narasumber, “Hari ini kita membolehkan jejak digital kita ditambang dan dimonetisasi oleh pemilik platform. Saatnya kita mengambil kontrol tersebut melalui koperasi data yang dimiliki sepenuhnya oleh anggota”, ujar Novita dalam penutupannya. []