Model multi pihak secara resmi diintroduksi di Indonesia pada tahun 2021 dengan payung hukum Permen No. 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak. Permen ini berlaku efektif pada April 2022. Sampai saat ini berdasar data ODS Kemenkop UKM, per 17 September 2023, sudah ada 54 Koperasi Multi Pihak (KMP) yang berdiri. “Artinya model ini diterima masyarakat, tanpa diberikan insentif apapun masyarakat memilih KMP. Ini mencerminkan KMP dinilai masyarakat sesuai dengan kebutuhan lapangan dalam mengembangkan usaha koperasinya”, terang Firdaus Putra, Ketua Komite Eksekutif ICCI dalam E-Learning Balatkop Jawa Tengah yang dilaksanakan pada 18 September 2023.
Sebagai model baru tentu tantangannya beragam karena belum ada contoh atau best practice dalam negeri yang dapat dijadikan acuan. Contoh sukses lain di negara lain banyak, sehingga KMP yang ada dapat mengadaptasi pola-pola atau metode-metode pengelolaan dan pengorganisasian dari KMP yang ada di luar. Tentu cukup berbeda, namun dapat dikontekstualisasi dengan regulasi, kebijakan, tren perubahan serta kebutuhan nyata yang ada di masyarakat.
Provinsi Jawa Barat memiliki KMP terbanyak, yakni 15 unit, disusul Jakarta 9 KMP dan Jawa Timur 6 KMP. Lalu provinsi-provinsi lainnya Jawa Tengah, Yogyakarta, Lampung, NTT, NTB, Kalimantan, Bali dan Sulawesi. “Hal ini menunjukkan masyarakat Jawa Barat cenderung terbuka pada inovasi atau pembaruan. Sehingga mereka mudah dan mau mengadopsi model baru ini dengan risiko tanpa ada contoh sebelumnya. Ini perlu kita apresiasi, artinya literasi perkoperasian di Jawa Barat bagus yang tentu didukung oleh dinas-dinas koperasi di kabupaten/ kota di sana”, sambung Firdaus.
Dalam mengembangkan KMP sangat penting pertama-tama adalah mengenali bisnis/ usaha yang akan dikerjakan koperasi. Dari sana kemudian diturunkan skema multi pihak dari rantai pasok atau ekosistem bisnis dengan pihak-pihak yang akan diagregasi dalam koperasi tersebut. Hal tersebut yang membuat antara satu KMP dengan lainnya bisa berbeda-beda kelompok anggotanya. “Siapa kelompok yang akan diagregasi juga bergantung pada kemampuan para pelopor atau dinamika usaha koperasi. Boleh jadi rantai pasok membentang pada sisi hulu-hilir dengan 6 pihak yang berbeda. Namun kemampuan yang ada baru bisa mengagregasi 3 kelompok saja”, ujar Firdaus.
Pengalaman memperlihatkan bahwa KMP ini dapat dikembangkan dari koperasi konvensional (satu pihak) yang berubah menjadi multi pihak atau pendirian KMP baru. Data yang ada saat ini menunjukkan ada lima koperasi konvensional berubah menjadi KMP dan sebagian besar lainnya adalah pendirian baru. “Pengalaman perdana Fustian Hebden Bridge Manufacturing Society Cooperative di Inggris merupakan konversi dari satu pihak (pekerja pemintal kapas) menjadi multi pihak dengan melibatkan pihak buyer dan investor. Pasca konversi, pertumbuhannya signifikan dari sisi mobilisasi sumberdaya dan penjualan”, ungkap Firdaus. Di mana sejarah Hebden Bridge dapat dilihat pada dokumen di bawah ini.
Seiring dengan tumbuhnya usaha, pihak lainnya juga dapat diagregasi menjadi bagian dalam kelompok misalnya untuk tujuan pengembangan bisnis lebih lanjut, undang investor. Untuk meningkatkan daya saing, libatkan para mitra. Untuk menjaga kestabilan usaha secara jangka panjang di tengah persaingan tinggi, libatkan konsumen/ pengguna menjadi anggota. Sehingga yang awalnya didirikan oleh 2-3 kelompok, seiring pertumbuhan kelompok tersebut bisa menjadi 4-6 dan seterusnya. Hal ini menandakan perkembangan kelompok anggota terjadi atau berjalan secara organis.
Di Indonesia KMP dapat beroperasi di berbagai sektor usaha, kecuali simpan-pinjam. Mengapa simpan-pinjam tidak dapat dimulti-pihakkan, karena antara yang menyimpan dan meminjam orangnya sama. Berbeda dengan sektor-sektor lain di mana rantai pasoknya bisa lebih kompleks, misalnya di pertanian, peternakan, pengolahan makanan-minuman, kerajinan, UMKM dan sebagainya. Sehingga KMP sangat kompatibel bagi koperasi-koperasi di sektor riil.
Sedangkan pengalaman di negara lain, KMP dapat menjadi operating system pada koperasi bank. Suatu kajian menemukan bahwa dengan skema multi pihak, bank koperasi tersebut pertumbuhannya lebih bagus ketika melibatkan nasabah menjadi anggota [klik di sini]. “Dengan contoh tersebut, di Indonesia sangat mungkin juga Koperasi di Sektor Jasa Keuangan, yang berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan mengadopsi KMP sebagai basis kelembagaannya. Seperti BPR, LKM, Securities Crowd Funding, P2P Lending dan sebagainya”, tambah Firdaus.
Banyak masyarakat melihat operasional (organisasi/ kelembagaan) KMP ini lebih kompleks daripada konvensional, di mana jumlah pihaknya banyak sehingga koperasi harus bisa menyinergikan perbedaan kepentingan satu dengan pihak lainnya. Hal tersebut juga diulas oleh banyak sarjana dan peneliti dengan hipotesis KMP ini tidak efisien dalam pengambilan keputusan. Namun penelitian yang lain memperlihatkan bahwa para pihak yang berbeda dapat membangun resolusi yang bagus sehingga sukses mencapai tujuannya. “Despite the common assumption held by researchers that multi-stakeholder cooperatives will fail due to a decision-making structure that is inherently costly, available empirical evidence on these cooperatives suggests that different groups of actors are, in fact, able to govern themselves successfully and pursue shared goals (Reid dan Fairbairn, 2011)”.
Kompleksitas lainnya adalah penyelenggaraan Rapat Anggota, di mana pada Permen No. 8 Tahun 2021 diatur pelaksanaannya secara berjenjang: Rapat Anggota Kelompok dan Rapat Anggota Paripurna, sehingga butuh sumberdaya dan waktu lebih besar/ panjang. Firdaus Putra memberikan tips teknis untuk menyiasati hal tersebut, sebagai berikut:
- Bila total anggota individual masih sedikit, pelaksanaan Rapat Anggota Kelompok dan Rapat Anggota Paripurna dapat dilaksanakan pada waktu dan tempat yang sama.
- Agenda pagi hari adalah Rapat Anggota Kelompok di mana Pengurus dan Pengawas menyampaikan Laporan Pertanggungjawab kepada seluruh kelompok. Setelah itu, masing-masing kelompok diberikan waktu untuk kritisi dan menyampaikan aspirasi yang akan dibawa ke Rapat Anggota Paripurna.
- Kemudian masing-masing kelompok membuat Berita Acara Rapat Anggota Kelompok tersebut dengan agenda, peserta dan waktunya. Setelah itu Rapat Anggota Kelompok diakhiri.
- Agenda siang hari kemudian dilaksanakan Rapat Anggota Paripurna. Pengurus dan Pengawas mempersilahkan wakil-wakil kelompok untuk menyampaikan kritisi dan aspirasinya. Kemudian dibahas bersama dan diputuskan.
- Keputusan tersebut dinyatakan dalam Berita Acara Rapat Anggota Paripurna.
Sehingga bila suatu KMP memiliki 3 kelompok, maka pada waktu dan tempat yang sama, sebenarnya terjadi 4 kali Rapat Anggota, yakni 3 Rapat Anggota Kelompok dan 1 Rapat Anggota Paripurna. Yang perlu diingat adalah masing-masing Rapat Anggota tersebut harus dibuat Berita Acaranya, sehingga totalnya ada 4 Berita Acara berbeda. Dengan cara demikian, penyelenggaraan Rapat Anggota tetap efisien dan efektif.
Sedangkan dalam kasus bila jumlah anggotanya sudah banyak, Rapat Anggota Kelompok dapat dilaksanakan secara terpisah/ berbeda waktu dengan Rapat Anggota Paripurna. Di mana hal teknisnya dapat dilaksanakan secara offline atau online atau campuran di antara keduanya. Dapat juga dilaksanakan secara langsung atau perwakilan di dalam kelompok anggota tersebut. Detail mekanisme seperti ini dapat dituangkan dalam Anggaran Rumah Tangga masing-masing KMP.
“Kita butuh 3-5 tahun mendatang untuk memiliki beberapa best practice KMP yang dapat menjadi rujukan di dalam negeri. Beberapa peneliti/ akademisi juga nampaknya tertarik meneliti model baru ini. Hal itu akan menjadi pengayaan dan wawasan berharga di tanah air. Sedangkan bagi praktisi KMP, berbagai praktik dan lesson learn mereka akan menjadi resep sukses bagi KMP-KMP di masa depan. Mereka lah para inovator koperasi di Indonesia yang mau mengadopsi model baru dengan berbagai tantangan dan dinamika lapangan”, pungkas Firdaus.
Anda dapat memahami KMP lebih lanjut dan detail dengan menyimak video tayangan di bawah ini.
Post a comment