October 30, 2024

Oleh: Firdaus Putra, HC.

A. Isu Strategis

Di lapangan ada beberapa model koperasi yang bergerak di sektor pertanian, yang menonjol yakni Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi Pertanian. Yang pertama berkembang sejak masa Orde Baru melalui konsolidasi petani dengan wilayah keanggotaan setingkat kecamatan. Yang kedua seringkali merupakan konsolidasi Kelompok Tani (Poktan) atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Model lain yakni semacam Kopontren yang mengembangkan pertanian hortikultur atau sayur-mayur berbasis komunitas pesantren (santri dan masyarakat sekitar).

Beberapa model tersebut memiliki corak yang sama, yakni di mana koperasi dikelola secara tradisional. Artinya koperasi hanya bekerja pada sisi fasilitasi input produksi, pengepulan komoditas dan pemasaran hasil panen. Hubungan antara anggota dengan koperasi relatif longgar di mana komitmen partisipasi anggota cenderung rendah. Pada titik ini banyak dijumpai free rider di mana anggota-anggota yang tidak berpartisipasi tinggi mengakses layanan koperasi sebagaimana anggota aktif lainnya. Hal tersebut secara langsung mempengaruhi produktivitas koperasi, mendemotivasi anggota serta tidak optimalnya peran koperasi sebagai konsolidator usaha tani.

Selain itu ditemukan juga bentuk-bentuk penyelewengan lain yakni adanya elite capture di mana Pengurus melakukan penyalahgunaan koperasi untuk kepentingan pribadi. Pada konteks di mana koperasi menerima dukungan bantuan dari Pemerintah dalam bentuk sarana pra sarana, Pengurus yang mengakses informasi pertama memanfaatkan fasilitas tersebut pertama-tama untuk usaha taninya sendirinya. Hal ini membuat terjadinya distrust di antara anggota, rendahnya manfaat atau dampak dukungan Pemerintah serta rendahnya produktivitas koperasi secara umum.

Pada sisi lain koperasi-koperasi pertanian juga mengalami keterbatasan modal yang disebabkan karena rendahnya partisipasi anggota sebagai pemilik. Keterbatasan modal tersebut membuat usaha koperasi tidak berkembang atau stagnan dan produktivitasnya rendah. Solusi alternatif terhadap masalah tersebut biasanya Pengurus menggandeng investor lokal dan/ atau dirinya menambah modal penyertaan yang sampai derajat tertentu juga menguntungkan sekelompok orang tertentu.

Beberapa isu di atas menyiratkan gejala sistemik yang terjadi secara umum di beberapa model koperasi pertanian yang berkembang di lapangan. Artinya hal itu menunjukkan adanya desain kelembagaan yang keliru yang membuat koperasi pertanian tidak berkembang besar sebagaimana di negara-negara lainnya. Sehingga dibutuhkan solusi kelembagaan yang tepat untuk mengurai masalah sistemik tersebut.

Negara lain mengalami masalah serupa atau sebagian isu di atas sehingga mereka membuat terobosan desain kelembagaan yang lebih handal bekerja di sektor pertanian. Modelnya disebut sebagai New Generation Cooperative (NGC) yang secara diametral dibedakan dengan model Traditional Cooperative (TC). Di Amerika serta Eropa model ini telah berkembang massif sejak tahun 1970-an sebagai kelembagaan koperasi di sektor pertanian.

B. New Generation Cooperative

New Generation Cooperative atau Koperasi Generasi Baru merupakan bentuk koperasi modern yang muncul sebagai respons terhadap tantangan dan peluang baru di pasar, terutama di sektor agribisnis. Dibandingkan dengan koperasi tradisional, NGC lebih fokus pada nilai tambah, inovasi, dan peningkatan efisiensi untuk memberikan manfaat maksimal kepada anggotanya. NGC memiliki karakteristik tertentu sebagai berikut:

  1. Keanggotaan Terbatas dan Terdefinisi: Anggota dipilih berdasarkan kapasitas tertentu, dan sering kali ada batasan jumlah anggota.
  2. Hubungan Kontraktual: Setiap anggota memiliki kewajiban dan hak tertentu, biasanya dalam bentuk kontrak untuk memasok produk atau layanan dalam jumlah tertentu.
  3. Investasi Awal Besar: Dibutuhkan modal yang signifikan untuk bergabung, karena NGC cenderung fokus pada aktivitas bernilai tambah seperti pemrosesan dan pemasaran produk akhir.
  4. Saham Dapat Dipindahtangankan: Saham anggota dapat dijual atau dipindahkan, yang memungkinkan fleksibilitas lebih besar dalam kepemilikan.
  5. Fokus pada Aktivitas Bernilai Tambah: NGC sering terlibat dalam produksi dan pemasaran produk jadi atau produk olahan, bukan hanya menyediakan input atau pemasaran komoditas dasar.

NGC memiliki perbedaan dengan koperasi tradisional pada beberapa faktor di atas. Pada koperasi tradisional umum tidak ada kontrak pasokan atau layanan antara anggota dengan koperasi, yang membuat koperasi tidak memiliki kepastian pasokan yang berdampak pada rendahnya posisi koperasi di pasar. Hubungan kontraktual tersebut merupakan ciri khas NGC yang tidak ditemukan pada koperasi tradisional. Perbandingan antara koperasi tradisional dan NGC selengkapnya sebagai berikut:

Traditional Cooperative New Generation Cooperative
User owned User owned
User controlled User controlled
Distributes benefits according to use Distributes benefits according to use
Open membership Defined membership
Voluntary use Contractual relationship (delivery rights and obligations)
Minimal initial investment Large initial investment
Shares valued at par Shared valued at market price
Non-transferable stock Transferable stock
Focus on input supply and commodity marketing Focus on value-added activities

Sumber: Trechter, McGregor & Prior, 2003

Secara umum keduanya memiliki persamaan yakni pada karakteristik dasar koperasi, user is owner yang berimplikasi pada kendali pada anggota (user controlled) dan manfaat layanan diselenggarakan berdasar tingkat partisipasi (benefits according to use). Sedangkan pada ketentuan lainnya mereka memiliki perbedaan tajam.

  1. Sifat keanggotaan pada koperasi tradisional terbuka dan longgar. Di mana koperasi tidak menerapkan kriteria-kriteria tertentu siapa saja yang relevan dan memenuhi kualifikasi sebagai anggota. Berbeda dengan itu NGC menerapkan kriteria yang jelas dan terdefinisi secara tuntas misalnya berbasis komoditas dengan kualifikasi tambahan misal pemilikan lahan atau jumlah pohon dalam satuan tertentu. Hal tersebut untuk memastikan bahwa setiap anggota berpartisipasi secara maksimal dan adil. Ketentuan tersebut dengan sendirinya menyaring potensi free rider yang akan menjadi beban bagi koperasi dan anggota lainnya.
  2. Sifat partisipasi khususnya transaksi pada koperasi tradisional bercorak sukarela. Artinya sangat mungkin petani satu waktu menyetor ke koperasi pada waktu lain tidak menyetor. Atau menyetor dengan volume yang berbeda-beda di sepanjang waktu dengan kualitas yang juga tidak menentu. Hal tersebut tidak terjadi pada NGC di mana partisipasi transaksi diatur berdasar kontrak tertentu mulai dari jenis komoditas, volume, kualitas serta adanya ketentuan penalti bila mana anggota tidak dapat menyetor sesuai kontrak. Hal itu tidak bermaksud mempersulit anggota, sebaliknya memastikan bahwa koperasi memiliki kalkulasi yang pasti untuk kebutuhan pengolahan tingkat lanjut serta negosiasi dengan pihak lain. Yang pada ujungnya, anggota akan memperoleh nilai lebih tinggi dari pada pola sukarela yang tidak pasti.
  3. Besaran investasi awal pada koperasi tradisional biasanya rendah karena koperasi hanya berperan dalam fasilitasi input produksi, pengepulan serta pemasaran komoditas saja. Berbeda dengan itu NGC membutuhkan investasi awal cukup besar karena orientasi mereka pada penciptaan nilai tambah melalui pengolahan tingkat lanjut. Kebutuhan pengolahan tingkat lanjut tersebut membuat koperasi harus berinvestasi pada pusat pengolahan tertentu yang berimplikasi pada nilai investasi awal tersebut. Namun dengan adanya peningkatan nilai tambah, anggota akan memperoleh nilai lebih tinggi dari pada sekedar pengepulan dan pemasaran komoditas seperti pada koperasi tradisional.
  4. Sifat saham atau setoran modal pada koperasi tradisional sesuai nominal yang disetor yang tidak dilakukan revaluasi terhadap saham tersebut. Sedangkan pada NGC, saham tersebut akan meningkat seiring harga pasar. Hal ini dilakukan melalui mekanisme revaluasi atas bisnis atau aset mereka. Bagi anggota hal tersebut sangat menguntungkan karena model NGC sensitif terhadap variabel inflasi yang menurunkan nilai mata uang secara riil.
  5. Pengalihan saham pada koperasi tradisional tidak dapat dilakukan sehingga membatasi opsi manfaat bagi anggota. Sedangkan pada NGC, saham dapat dialihkan kepada anggota lain yang karena satu hal, anggota tertentu menurun tingkat produksinya dan anggota lain melakukan perluasan lahan atau peningkatan volume produksi. Dengan cara demikian anggota diperlakukan adil selaras dengan kapasitas produksi mereka yang pada gilirannya menjamin pasokan ke pusat pengolahan koperasi secara kosisten.
  6. Sifat layanan pada koperasi tradisional biasanya hanya sebatas pada sisi hulu yakni fasilitasi input produksi, pengepulan serta pemasaran komoditas. Sedangkan NGC melakukan intervensi hulu-hilir secara terpadu. Pada sisi hulu memfasilitasi input produksi, pada sisi tengah melakukan pengolahan dan pada sisi hilir melakukan pemasaran produk, bukan komoditas. Pola ini menjanjikan bagi petani karena mereka akan memperoleh nilai lebih tinggi dengan adanya pengolahan dari bahan mentah menjadi setengah jadi atau produk akhir, di mana koperasi juga bertanggungjawab memasarkan produk tersebut.

C. Mekanisme Kerja

NGC memiliki dua skema kunci pertama adahal Hak Pengiriman pasokan bahan baku yang diikat secara kontraktual. Kontrak ini memastikan bahwa setiap musim tertentu, anggota harus mengirim bahan baku sesuai yang telah ditetapkan. Bila kapasitas produksi anggota tak mencapai, yang bersangkutan bisa mencari bahan baku kepada anggota lainnya. Di sini muncullah apa yang namanya Penjualan Hak Pengiriman dari satu ke anggota yang lain.

Yang kedua, untuk mendirikan sebuah pabrik dibutuhkan modal, anggota juga diwajibkan untuk membeli saham sesuai ketetapan. Modal itu wajib disetor di depan, bukan seperti dalam mekanisme koperasi tradisional, misalnya konteks Indonesia melalui Simpanan Wajib bulanan. Meskipun pada praktiknya hal tersebut bisa diangsur dalam waktu tertentu sesuai dengan kondisi keuangan anggota. Sehingga salah satu tantangan NGC adalah komitmen untuk melunasi sahamnya.

Sumber: Bresee, 2005

Sebagai contoh, koperasi akan mendirikan pabrik dengan kapasitas pemrosesan 6 juta karung bahan baku. Masing-masing anggota memiliki kewajiban memasok bahan baku itu sebanyak 5.000 karung setiap panen sebagai Hak Pengiriman. Lalu untuk mengolah bahan baku itu, investasi pendirian pabriknya sebesar 45 milyar rupiah. Sehingga masing-masing anggota wajib membeli saham kepemilikan sebesar Rp. 37.500.000. Ilustrasinya seperti pada tabel di bawah ini

Kapasitas Fasilitas Pabrik 6.000.000 karung
Besaran Saham 5.000 karung
Saham yang Diterbitkan 1.200 saham = 6.000.000 karung/ 5.000 karung
Kebutuhan Modal Rp. 45.000.000.000
Nilai Saham Rp. 37.500.000

Sumber: Coltrain, 2000

Model di atas yang membuat koperasi-koperasi pertanian di luar negeri memiliki fasilitas pengolahan atau pabrik. Hal itu berbeda dengan di Indonesia yang hanya berperan pada pooling bahan baku dan menjualnya ke pabrik atau distributor.

NGC tidak hanya fokus pada hubungan kepemilikan dan kontrol antara koperasi dengan anggota, namun juga hubungan usaha dan produksi antara keduanya. Dalam konteks hubungan produksi tersebut, ada perbedaan antara koperasi tradisional dengan NGC, sebagai berikut:

Factors Traditional Cooperative New Generation Cooperative
Hak Pengiriman Tak terbatas Terbatas sesuai yang dibeli
Kewajiban pengiriman Tidak wajib/ longgar Wajib berdasar kontrak
Kualitas bahan baku Umum Khusus
Identitas produk Biasanya tak terjaga Terjaga karena kualitas produk sudah ditetapkan
Pembayaran Harga pasar Harga kontrak

Sumber: Coltrain, 2000

Hak pengiriman pada koperasi tradisional tidak diatur atau tidak terbatas artinya anggota dapat mengirim atau tidak mengirim komoditas tanpa batasan tertentu. Sedangkan pada NGC dibatasi berdasarkan jumlah yang telah disepakati atau dibeli. Setiap anggota hanya boleh mengirim produk sesuai dengan alokasi yang telah ditentukan dalam kontrak.

Kewajiban pengiriman pada koperasi tradisional cenderung longgar. Anggota bebas mengirim produk atau tidak. Sedangkan pada NGC bersifat wajib berdasarkan kontrak yang mengikat. Anggota harus memenuhi kewajiban pengiriman sesuai dengan jumlah dan jadwal yang disepakati.

Kualitas bahan baku pada koperasi tradisional bersifat umum dan tidak selalu terstandarisasi. Sedangkan pada NGC kualitas bahan baku yang disuplai harus khusus, sesuai dengan standar atau spesifikasi yang telah ditetapkan.

Identitas produk pada koperasi tradisional tidak selalu terjaga, karena fokus utama biasanya hanya pada pengiriman komoditas mentah tanpa memperhatikan pelacakan asal atau kualitas khusus. Sedangkan pada NGC, identitas produk terjaga, karena kualitas dan asal produk telah ditetapkan sejak awal untuk memastikan nilai tambah dan konsistensi di pasar.

Pembayaran pada koperasi tradisional dilakukan sesuai dengan harga pasar, yang bersifat fluktuatif dan bergantung pada kondisi pasar saat itu. Sedangkan pada NGC pembayaran mengikuti harga kontrak, yang biasanya telah ditetapkan sebelumnya dan memberikan kepastian harga bagi anggota.

Dalam bentuk kanvas BMC, beberapa aktivitas kunci yang harus diselenggarakan koperasi sebagai berikut:

Elemen BMC Fokus Perhatian
Customer Segments Petani, kualifikasi tertentu
Value Propositions Nilai tambah produk, kepastian harga, produk berkualitas
Channels Retail, e-commerce, kemitraan lembaga agribisnis
Customer Relationships Hubungan kontrak, kepastian pembelian
Revenue Streams Penjualan produk olahan, dividen, lain-lain
Key Resources Bahan baku, sarana pra sarana, SDM, modal
Key Activities Pengolahan, pemasaran, pengelolaan kontrak
Key Partnerships Distributor, agen pemasaran
Cost Structure Biaya operasional, investasi, pemasaran, manajemen

Sumber: Diolah Penulis, 2024

Model bisnis NGC berbasis BMC ini berfokus pada integrasi aktivitas hulu-hilir untuk memastikan nilai tambah maksimal bagi anggota dan koperasi. Dengan menggunakan struktur kontrak, NGC dapat menjaga kepastian pasokan dan kualitas produk, serta memberikan stabilitas harga bagi anggota. Selain itu, melalui investasi awal dan keterlibatan aktif dari anggota, NGC dapat beroperasi secara efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan.

D. Operasional NGC

Model dan mekanisme kerja di atas memberi gambaran bagaimana NGC sangat relevan bagi modernisasi koperasi pertanian. Secara sederhana NGC dapat dioperasionalkan sebagai berikut:

Sumber: Diolah Penulis, 2024

  1. Koperasi membuat studi kelayakan/ prospektus dari usaha yang akan diselenggarakan. Pembuatan studi kelayakan usaha ini sangat penting untuk memastikan dua hal: kapasitas produksi/ usaha yang akan diselenggarakan dan kebutuhan modal awal untuk membangun fasilitas produksi tersebut.
  2. Anggota bergabung dan berinvestasi dalam koperasi dengan membeli saham untuk memenuhi prospektus di atas. Partisipasi minimal anggota dalam saham atau modal dengan memperhatikan prospektus yang dibuat oleh koperasi yang menjamin kebutuhan investasi awal tercukupi.
  3. Kontrak ditandatangani antara koperasi dan anggota, menetapkan kewajiban dan hak kedua belah pihak. Koperasi membuat kontrak yang mengatur kewajiban pasokan oleh anggota kepada koperasi untuk jangka waktu dan volume tertentu. Ketentuan penalti dapat ditambahkan untuk memotivasi dan meningkatkan kedisiplinan anggota.
  4. Anggota memasok produk atau jasa sesuai kontrak. Jangka waktu, volume serta spesifikasi pasokan sesuai dengan kontrak di atas untuk memastikan pusat pengolahan koperasi bekerja sesuai rencana awal (studi kelayakan).
  5. Koperasi memproses dan memasarkan produk bernilai tambah, seperti produk olahan atau inovatif. Koperasi melakukan pengolahan komoditas sesuai dengan rencana dan target pasar yang telah disusun. Dengan cara demikian, anggota akan memperoleh manfaat tinggi.
  6. Keuntungan dibagikan kepada anggota berdasarkan kontribusi masing-masing. Distribusi keuntungan dilakukan berdasar tingkat partisipasi dalam hal ini adalah volume serta kualitas pasokan komoditas anggota. Makin tinggi pasokan, makin tinggi keuntungan yang diperoleh anggota.

E. Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan

  1. Model NGC sangat relevan diterapkan di Indonesia untuk mendorong industrialisasi dan hilirisasi sektor agromaritim berbasis koperasi. Fokus NGC pada pemrosesan dan pemasaran produk bernilai tambah memberikan solusi atas permasalahan rendahnya produktivitas dan hilangnya potensi nilai ekonomi dalam sistem koperasi tradisional di sektor pertanian.
  2. Model NGC sudah mulai diadopsi oleh beberapa koperasi di bawah bimbingan Agriterra, sebuah lembaga konsultan internasional yang mendampingi pengembangan koperasi di Indonesia. Implementasi awal menunjukkan bahwa model ini efektif dalam mendorong kinerja dan komitmen anggota.
  3. NGC tidak hanya menawarkan struktur keanggotaan dan kewajiban yang jelas, tetapi juga memastikan peningkatan efisiensi melalui hubungan kontraktual. Hal ini meminimalisir masalah free rider dan meningkatkan kepercayaan serta partisipasi anggota karena adanya kepastian dalam hak dan kewajiban.
  4. Model NGC memungkinkan integrasi hulu-hilir, dari input hingga pemasaran produk olahan. Selain itu, adanya kontrak pasokan dan harga tetap memberi anggota kepastian pasar dan keuntungan lebih baik dibandingkan pola penjualan dengan harga pasar fluktuatif.

Rekomendasi

  1. Kementerian Koperasi (Kemenkop) perlu menyusun pedoman teknis untuk penerapan model NGC, disesuaikan dengan regulasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pedoman ini harus mencakup aspek keanggotaan, kontrak pasokan, skema investasi, dan mekanisme distribusi keuntungan.
  2. Kemenkop perlu mengadakan sosialisasi intensif ke kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan asosiasi petani untuk memperkenalkan konsep dan manfaat NGC. Ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak.
  3. Kemenkop bekerja sama dengan lembaga konsultan, inkubator bisnis, atau organisasi pendamping untuk memfasilitasi implementasi model NGC. Lembaga tersebut dapat membantu dalam penyusunan studi kelayakan, pengembangan kapasitas anggota, serta monitoring dan evaluasi program.
PBB Rilis Logo Tahun Koperasi Internasional 2025
Digitalisasi Koperasi, Mau ke Mana?

Comments(2)

  1. Reply
    comment Syamsiar H Sandiah says

    Semoga model NGC ini menjadi solusi terbaik bagi pengembangan koperasi produsen, tidak hanya membangun koperasi baru tetapi dapat mengangkat koperasi yang sudah ada lebih berkembang

  2. Reply
    comment Lambert Johan Ichsan says

    Konsep NGC (=KGB) di atas menarik dibahas, jika prototipe awal di bidang pertanian bisa saja, KGB bisa menjembatani sistem ekonomi sirkular di Pertanian, kelemahan di tengah hubungan hulu-hilir (yang biasanya memaksa petani (kelompok) di hulu hanya sebagai Produsen, sedangkan pengolahan, pemasaran diambil Pihak Hilir). Dalam elemen BMC bahwa Petani (kualifikasi tertentu) sebagai Customer Segment sebaiknya diperjelas (agar bukan jadi Individu makelar/tengkulak) menjadi Pengusaha Tani (Individu Petani yang 100% nafkah dari pertanian dan skala usahanya layak) atau Kelompok Tani/Gapoktan, Bumdes, atau Usaha Bersama. Sebenarnya KGB ini juga bisa dijalankan dalam bidang kuliner, dengan mengelola Rumah Kemas dan atau Produksi yang telah memiliki kontrak order yang nyata. Demikian sekedar berpendapat, menarik untuk diskusi lebih lanjut, terima kasih. Salam Koperasi untuk sinergi dan kolaborasi.

Post a comment