Sejak tahun 2021 Indonesia telah resmi mengadopsi koperasi multi pihak (selanjutnya disingkat KMP) sebagai salah satu model yang dapat dipilih oleh masyarakat dalam mengembangkan koperasi. Diundangkannya Permenkop UKM No. 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak per Oktober 2021 menandai adopsi resmi model tersebut dalam kerangka regulasi perkoperasian Tanah Air. Sebelumnya beberapa inisiatif semacam itu ditolak oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) karena ketiadaan payung hukum.
Sekarang, per April 2024, sudah berdiri 144 KMP yang tersebar di beberapa provinsi. Dari 144 unit tersebut, sebagian besar merupakan pendirian baru dan hanya 15 koperasi adalah konversi dari model konvensional. Bila di rata-rata sedikitnya 70 KMP berdiri setiap tahun yang tersebar di berbagai kabupaten/ kota (ODS Kemenkop UKM, April 2024). Hal tersebut membuktikan model tersebut diterima positif oleh masyarakat.
Dari KMP yang ada saat ini, 32 persen berjenis produksi, 26 persen jasa dan 24 persen konsumsi, sisanya adalah pemasaran. Sedangkan dari wilayah, KMP banyak berdiri di Jawa Barat, 22 persen. Ada 14 persen Jawa Tengah dan Jawa Timur, kemudian 10 persen di Jakarta dan Kalimantan serta Nusa Tenggara masing-masing 8 persen. Provinsi lain yang cukup banyak adalah Sumatera, 9 persen. Sedangkan sisanya tersebar di Bali, Banten, DIY, Gorontalo, Jambi, Babel, Kepri, Lampung, Maluku, Riau dan Sulawesi.
Lantas bagaimana konteks kemunculan atau lahirnya KMP di Indonesia? Bagaimana signifikansi model tersebut dalam merespon kebutuhan masyarakat? Serta bagaimana prospek pengembangannya ke depan? Beberapa isu tersebut yang akan dikupas pada tulisan ini. Unduh bukunya dan baca selengkapnya!
Ide-ide Pemikiran dari Kampus Maroon 2024
Pengutipan: Putra, Firdaus. (2025). Signifikansi dan Prospek Koperasi Multi Pihak di Indonesia. Dalam Endro, Gunardi & Djamaris, Aurio (Eds). Ide-ide Pemikiran dari Kampus Maroon 2024 (hal. 22-38). Universitas Bakrie Press.
Post a comment