Selasa (1/7) Firdaus Putra, HC., Ketua Komite Eksekutif ICCI diundang untuk berbagi pandangan dengan jajaran pimpinan tinggi utama dan madya Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Koperasi seputar model Koperasi Multipihak (KMP) dan peluangnya dalam industri ride hailing di Tanah Air. Diskusi tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat Menteri, Kementerian Ketenagakerjaan yang dihadiri oleh Dr. Ferry Juliantono (Wakil Menteri Koperasi), Ahmad Zabadi (Sekretaris Kementerian Koperasi), Cris Kuntadi (Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan), dan Prof. Dr. Sukro Muhab (Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan) serta pejabat Eselon 1 dan 2 dari kedua kementerian. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli dan Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, mengikuti sebagian diskusi di sesi akhir, selepas dari Upacara HUT ke-79 Bhayangkara di Monas.
Dalam kesempatan itu Firdaus mempresentasikan bagaimana model KMP dapat menjadi basis kelembagaan yang menghubungkan antara penyedia (driver) dengan pengguna (user) terhadap layanan ride hailing. Ia kemukakan inspirasi adopsi KMP di Indonesia pada 2021 lalu salah satunya memang karena adanya tren collaborative/ sharing economy di Indonesia. Di mana model ini memungkinkan untuk memberi solusi yang lebih adil bagi para driver melalui skema solidaritas bersama para user.
Mengutip riset OECD (2023), Firdaus menguraikan beberapa model platform coop yang dapat diselenggarakan yakni consumer-based, producer-based, worker-based atau multistakeholder-based. Dalam konteks itu dengan menimbang kondisi Indonesia, Firdaus merekomendasikan untuk memilih model multistakeholder-based atau KMP. Salah satunya karena pengalaman KOSTI Jaya yang dulu sempat jaya dan mengalami penurunan pasca restrukturisasi organisasi yang lebih berkarakter worker-based.
Dengan model multipihak, Firdaus mengatakan bahwa koperasi akan memiliki modalitas yang beragam, yang dibawa dan dikontribusikan oleh berbagai kelompok anggota. Seperti kehadiran kelompok pemrakarsa/ entrepreneur akan memastikan koperasi memiliki visi pengembangan jangka panjang yang lebih feasible. Lalu kehadiran kelompok pemasok (merchant) akan memperkaya produk/ layanan dalam aplikasi ini. Tentu saja dua kelompok utama (driver dan user) merupakan pelaku dan kunci sukses industri ini. Dalam kesempatan itu Firdaus identifikasi kepentingan, sumber daya dan peran masing-masing kelompok sebagai berikut.
Anggota | Kepentingan | Sumber Daya | Peran |
Entrepreneur / Pemrakarsa | – Membangun model bisnis berkelanjutan dan inklusif – Memastikan keuntungan dan pertumbuhan koperasi – Memperoleh manfaat berkelanjutan. | – Modal awal pengembangan platform – Keahlian manajerial & strategis – Jaringan kolaborasi (pemerintah, investor). | – Merancang struktur dan kebijakan koperasi – Mengembangkan teknologi platform – Mengelola hubungan eksternal/ jaringan kerja. |
Driver / Penyedia | – Pendapatan adil dan stabil – Akses perlindungan sosial – Kepastian kerja dan fleksibilitas. | – Kendaraan & perangkat (smartphone) – Keterampilan & pengetahuan lokal – Waktu dan tenaga kerja – Modal pengembangan platform. | – Menyediakan layanan transportasi – Memberi umpan balik layanan – Berpartisipasi dalam keputusan koperasi (mis. tarif). |
User / Pengguna | – Akses layanan terjangkau, aman, andal – Transparansi harga & kemudahan aplikasi – Ragam layanan (ojek, mobil, pengiriman). | – Daya beli – Umpan balik pengguna – Loyalitas terhadap platform – Modal pengembangan platform. | – Menggunakan layanan transportasi – Memberi rating & ulasan – Berpartisipasi dalam keputusan koperasi (mis. tarif). |
Merchant / Mitra | – Meningkatkan penjualan via integrasi platform – Akses basis pelanggan lebih luas – Manfaat dari promosi atau kolaborasi. | – Produk/jasa (makanan, ritel) – Infrastruktur (toko, dapur, stok) – Kapasitas memenuhi pesanan cepat – Modal pengembangan platform. | – Menyediakan produk/jasa terintegrasi – Kolaborasi promosi/diskon – Menjaga kualitas produk/jasa. |
Sumber: Diolah Penulis, 2025
Ride hailing berbasis KMP telah berkembang di negara lain, sebagai contoh adalah Fare Coop, di mana koperasi memberi nilai dan manfaat yang bagus bagi driver mereka dibanding yang diberikan oleh private platform seperti Uber dan Lyft. Meski demikian upaya untuk membangun platform semacam ini tidak mudah, sebab membutuhkan kesadaran dan kegigihan khususnya dari anggota driver yang terbiasa terhubung dan menjadi mitra dari private platform.
Menggunakan alat bantu AI (Grok), Firdaus memberikan simulasi perbandingan antara private platform dengan platform coop (KMP) sebagai berikut.
Komponen/ Aspek | Private Platform (Shareholder-owned) | Private Co-Owned (Driver & User-owned) |
Tarif Dasar Perjalanan | Rp 20.000 | Rp 20.000 |
Biaya Platform (komisi) | 20% (Rp 4.000) | 5% (Rp 1.000) – hanya untuk operasional koperasi |
Promo/ Subsidi silang (Ditanggung Driver/User) | Rp 2.000 (mis. potongan promo, diskon kode) | Tidak ada atau disepakati bersama |
Pendapatan kotor Driver | Rp 14.000 | Rp 19.000 |
Biaya operasional (BBM, pulsa, dll) | Rp 5.000 | Rp 5.000 |
Pendapatan bersih Driver | Rp 9.000 | Rp 14.000 |
Biaya yang dibayar User | Rp 20.000 – 25.000 (tergantung waktu dan permintaan) | Rp 20.000 (transparan, disepakati bersama) |
SHU / Dividen | Pemegang saham/VC | Dibagi ke Driver dan User sebagai anggota koperasi |
Kepemilikan dan Kontrol Platform | Pemegang saham/VC | Driver dan User |
Transparansi Pengelolaan Tarif dan Kebijakan | Rendah (tidak terlibat) | Tinggi (lewat Rapat Anggota) |
Sumber: Diolah Penulis dengan batuan AI Grok, 2025
Model ini dalam industri ride hailing menawarkan pendekatan ekonomi solidaritas yang mengedepankan keadilan dan kolaborasi. Berbeda dengan platform konvensional yang sering memprioritaskan keuntungan korporasi, KMP mengintegrasikan pengemudi, pengguna, pemrakarsa, dan pemasok sebagai anggota koperasi dengan hak dan tanggung jawab yang seimbang. Kekuatan utama model ini terletak pada distribusi manfaat yang merata, di mana setiap kelompok berkontribusi sesuai sumber dayanya, driver dengan tenaga kerja, pengguna dengan pendanaan, pemrakarsa dengan visi strategis, dan pemasok dengan layanan tambahan—untuk menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan.
Ekonomi solidaritas dalam KMP tercermin dari mekanisme bagi hasil yang adil. Pengemudi, sebagai tulang punggung operasional, mendapatkan penghasilan lebih stabil dan perlindungan sosial, seperti asuransi, yang sering absen di platform konvensional. Pengguna menikmati tarif kompetitif dan layanan yang lebih transparan, sementara pemasok lokal mendapat akses pasar yang lebih luas. Pemrakarsa memastikan keberlanjutan platform melalui pengelolaan strategis, menjadikan KMP model yang inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, KMP memperkuat nilai gotong royong yang selaras dengan budaya Indonesia. Dengan melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan, model ini memberikan hak suara kepada semua pemangku kepentingan, meminimalkan ketimpangan yang sering terjadi dalam collaborative/ sharing economy.
Diskusi itu diakhiri dengan sesi tanya-jawab dari para peserta, serta penegasan dari Menteri Tenaga Kerja yang mengatakan butuh pendalaman lebih lanjut melalui Tim Kecil. Tujuannya untuk menakar lebih lanjut bagaimana potensi, fisibilitas serta berbagai tantangan dalam implementasinya. []
Post a comment