Artikel ini disarikan dari penelitian Liu, Cao, Wang & Liu, 2024, “Viability, Government Support and the Service Function of Farmer Professional Cooperatives—Evidence from 487 Cooperatives in Heilongjiang, China” ⊕ Artikel ini dapat menjadi benchmark kajian dalam konteks Indonesia adalah program Koperasi Desa Merah Putih. Kesamaan keduanya terletak pada skala pengembangannya yang besar. Meski terdapat perbedaan dalam konteks waktu pengembangan. Di China pengembangan Koperasi Profesional Petani ini terjadi selama 20 tahun. Koperasi di China tumbuh massif pasca UU khusus Koperasi Petani tahun 2006 ⊕.
Dalam dua dekade terakhir, Tiongkok menghadapi paradoks klasik dalam modernisasi pertanian: meningkatnya produktivitas nasional tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan petani kecil. Skala usaha yang sempit, informasi pasar yang terbatas, dan tingginya biaya input membuat banyak petani sulit menembus pasar yang semakin kompetitif. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, pemerintah Tiongkok mengandalkan farmer professional cooperatives (FPCs) — koperasi profesional petani — sebagai wadah kolektif yang mengorganisasi petani sekaligus menghubungkan mereka dengan pasar modern.
Namun, di balik jumlah koperasi yang kian besar, muncul persoalan serius: banyak koperasi berkembang hanya secara administratif, tanpa fungsi layanan nyata kepada anggotanya. Fenomena “koperasi cangkang” (shell cooperatives) dan “koperasi dorman” (dormant cooperatives) meluas, menimbulkan pertanyaan: apa yang menentukan keberlangsungan dan efektivitas koperasi sebagai penyedia layanan pertanian?
Pertanyaan inilah yang dijawab oleh studi empiris Liu dkk. (2024) yang dilakukan terhadap 487 koperasi di 13 kota Provinsi Heilongjiang, salah satu wilayah pertanian terbesar di Tiongkok. Studi ini berupaya mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang memengaruhi fungsi layanan koperasi berdasarkan dua dimensi utama: daya hidup internal (viability) dan dukungan eksternal pemerintah (government support).
Koperasi Sebagai Penggerak Modernisasi Pertanian
Penulis memulai dengan menegaskan pentingnya agricultural socialization services — layanan pra, tengah, dan pasca-produksi — sebagai tulang punggung modernisasi pertanian. Di negara maju seperti Amerika Serikat atau Prancis, modernisasi pertanian ditopang oleh kombinasi teknologi, pengelolaan berskala besar, dan dukungan kebijakan. Dalam konteks Tiongkok, koperasi memainkan peran serupa: menyatukan petani kecil, meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, serta memperkuat posisi tawar mereka di pasar.
Data menunjukkan bahwa pada akhir 2022, jumlah koperasi profesional petani di Tiongkok mencapai 2,24 juta unit, naik 0,65% dibanding tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini tidak selalu diiringi peningkatan fungsi sosial. Banyak koperasi berhenti beroperasi akibat lemahnya manajemen, konflik internal, atau ketergantungan pada bantuan pemerintah. Pemerintah pusat kemudian merespons dengan kebijakan Plan for the High-Quality Development of New Agricultural Management Subjects and Service Subjects (2020–2022), yang menekankan pergeseran dari pertumbuhan kuantitatif menuju kualitas layanan ⊕.
Kerangka Analisis: Daya Hidup dan Dukungan Pemerintah
Liu dkk. memandang viability sebagai daya tahan dan kemampuan koperasi beradaptasi dengan dinamika ekonomi. Faktor-faktor yang memengaruhinya meliputi:
- Karakteristik individu: pengalaman ketua koperasi, pendapatan rumah tangganya, jumlah anggota dewan, serta sebaran geografis anggota.
- Karakteristik organisasi: luas lahan yang dikelola, profitabilitas, dan tingkat pengakuan kelembagaan (dari tingkat kabupaten hingga nasional).
- Tata kelola kelembagaan: struktur kepemilikan saham, sistem dividen, mekanisme pengawasan, dan model pengambilan keputusan (apakah “satu orang satu suara”).
Sementara itu, government support meliputi dukungan finansial (subsidi, insentif pajak, bantuan modal) dan pelatihan teknis atau manajerial yang diberikan oleh pemerintah lokal.
| Jenis Dukungan | Bentuk Dukungan | Tujuan dan Mekanisme |
| Dukungan Keuangan (Financial Support) | Subsidi, insentif pajak, bantuan modal usaha, atau fasilitas kredit lunak dari pemerintah daerah maupun pusat. | Mendorong koperasi meningkatkan kapasitas produksi, investasi alat pertanian, serta efisiensi rantai nilai. |
| Dukungan Pelatihan (Training Support) | Program pelatihan teknis, manajerial, dan tata kelola koperasi bagi ketua, dewan pengurus, dan anggota. Diselenggarakan oleh pemerintah lokal, dinas pertanian, atau lembaga penyuluhan. | Meningkatkan kemampuan manajemen, efisiensi organisasi, dan profesionalisme kepemimpinan koperasi. |
| Kebijakan Pengakuan & Demonstrasi (Demonstration and Recognition Policy) | Penetapan koperasi sebagai “koperasi percontohan” tingkat kabupaten/provinsi/nasional, termasuk prioritas akses program pemerintah. | Meningkatkan reputasi dan kepercayaan publik terhadap koperasi. |
| Dukungan Kebijakan (Policy Support) | Rangkaian kebijakan nasional seperti Plan for High-Quality Development of New Agricultural Management Subjects and Service Subjects (2020–2022). | Mendorong transisi koperasi dari pertumbuhan kuantitatif menuju kualitas layanan; memperkuat orientasi pelayanan kepada anggota. |
| Dukungan Infrastruktur & Fasilitasi Pasar | Penyediaan sarana pertanian, gudang, logistik, dan sistem informasi pertanian di tingkat daerah. | Memperkuat kapasitas koperasi dalam layanan pasca-produksi (pengolahan, penyimpanan, pemasaran). |
Dengan menggunakan Ordered Probit Model, para peneliti menganalisis hubungan antarvariabel tersebut terhadap fungsi layanan koperasi di tiga tahap rantai produksi: pra-produksi (penyediaan input dan mekanisasi), tengah produksi (layanan teknis dan manajemen lahan), dan pasca-produksi (penyimpanan, pengolahan, serta pemasaran).
Temuan Empiris: Layanan Tidak Sekadar Soal Modal
1. Layanan Pra-Produksi
Koperasi yang dipimpin ketua berpengalaman menunjukkan kinerja layanan pra-produksi yang lebih baik. Setiap peningkatan satu tingkat pengalaman ketua meningkatkan fungsi layanan sebesar 5,9%. Sebaliknya, jumlah anggota yang terlalu banyak justru memperlemah layanan pra-produksi, karena menimbulkan beban koordinasi dan konflik kepentingan.
Ukuran lahan juga terbukti krusial. Koperasi dengan skala lahan lebih luas cenderung mampu menyediakan input dan jasa mekanisasi yang efisien; setiap peningkatan satu kategori luas lahan meningkatkan fungsi pra-produksi hingga 5,8%.
Namun, pengambilan keputusan yang sentralistis menurunkan efektivitas layanan. Koperasi dengan sistem “satu orang satu suara” memiliki peluang lebih besar untuk menjalankan fungsi pra-produksi dengan baik.
Dari sisi eksternal, pelatihan pemerintah terbukti lebih berpengaruh dibanding bantuan dana. Peningkatan frekuensi pelatihan menghasilkan kenaikan fungsi layanan pra-produksi sebesar 5,3%, sedangkan dukungan finansial tidak menunjukkan pengaruh signifikan.
2. Layanan Tengah Produksi
Pada tahap ini, dinamika sedikit berbeda. Pendapatan pribadi ketua yang tinggi berbanding terbalik dengan intensitas layanan. Ketua yang lebih makmur cenderung berorientasi bisnis ketimbang sosial. Sebaliknya, jumlah anggota dewan yang lebih banyak memperkuat kapasitas layanan teknis dan manajemen lahan.
Faktor geografis juga penting: semakin luas sebaran wilayah anggota, semakin tinggi kemampuan koperasi menyediakan layanan tengah produksi — efek yang signifikan pada taraf 5%.
Di sisi tata kelola, koperasi yang memberikan dividen kedua kepada anggota dan menyisihkan dana cadangan (provident, welfare, dan risk fund) memiliki tingkat layanan lebih tinggi. Dua variabel ini menegaskan bahwa tata kelola keuangan yang adil dan berorientasi jangka panjang meningkatkan kepercayaan anggota dan memperkuat solidaritas organisasi.
Dukungan eksternal juga menonjol: koperasi yang menerima bantuan keuangan pemerintah menunjukkan peningkatan fungsi layanan tengah produksi sebesar 4,9%, sedangkan pelatihan meningkatkan fungsi sebesar 3,4%.
3. Layanan Pasca-Produksi
Pada tahap pasca-produksi, peran profitabilitas menjadi kunci baru. Koperasi yang sudah mencapai surplus ekonomi memperluas layanan ke pengolahan, penyimpanan, dan pemasaran. Profitabilitas yang lebih tinggi meningkatkan fungsi layanan pasca-produksi secara signifikan (p < 0,01).
Faktor lain seperti pengalaman ketua, jumlah dewan, dan sistem dividen juga tetap berpengaruh positif. Namun, jumlah anggota yang terlalu banyak kembali terbukti menghambat fungsi layanan, menegaskan pentingnya keseimbangan antara partisipasi dan kapasitas manajemen.
Pelatihan pemerintah kembali menjadi instrumen paling efektif: setiap peningkatan tiga kali frekuensi pelatihan meningkatkan fungsi pasca-produksi sekitar 2%.
4. Fungsi Layanan Secara Keseluruhan
Secara agregat, koperasi dengan kepemimpinan berpengalaman, dewan pengurus yang cukup, dan tata kelola demokratis menunjukkan fungsi layanan yang jauh lebih tinggi. Variabel yang paling berpengaruh positif adalah:
- Pengalaman ketua (p < 0,01),
- Jumlah dewan (p < 0,01),
- Skala lahan dan profitabilitas (p < 0,05),
- Sistem dividen dan dana cadangan (p < 0,01),
- Pelatihan pemerintah (p < 0,01).
Sebaliknya, jumlah anggota yang terlalu besar serta keputusan yang tidak demokratis menurunkan fungsi layanan secara nyata.
Menariknya, status kelembagaan koperasi — apakah “koperasi model kabupaten” atau “nasional” — tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas layanan. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian formal pemerintah belum mencerminkan kemampuan pelayanan yang sebenarnya.
Secara ringkas, penulis menemukan bahwa daya hidup internal (viability) dan dukungan pemerintah berpengaruh nyata terhadap kemampuan koperasi profesional petani dalam menyediakan layanan pra, tengah, dan pasca-produksi. Berdasarkan survei terhadap 487 koperasi di Provinsi Heilongjiang, diperoleh beberapa temuan utama:
- Kepemimpinan dan struktur organisasi sangat menentukan. Koperasi yang dipimpin oleh ketua berpengalaman di bidang pertanian, namun tidak terlalu berorientasi finansial pribadi, menunjukkan kinerja layanan yang lebih baik. Penambahan jumlah dewan pengurus dalam batas wajar dan pembentukan dewan pengawas dengan ukuran proporsional juga berkontribusi positif terhadap pengelolaan koperasi.
- Pertumbuhan anggota yang berlebihan dan ekspansi produksi tanpa perencanaan justru merugikan perkembangan koperasi. Hal ini menimbulkan beban koordinasi dan mengurangi efisiensi layanan.
- Sistem pembagian laba yang rasional serta mekanisme pengambilan keputusan yang demokratis terbukti meningkatkan viability dan memperkuat fungsi layanan koperasi. Koperasi yang menjunjung prinsip “satu anggota satu suara” lebih responsif terhadap kebutuhan anggotanya.
- Dukungan eksternal dari pemerintah, terutama dalam bentuk pelatihan dan pendampingan teknis, sangat penting bagi koperasi yang masih berada pada tahap awal pengembangan. Pelatihan membantu koperasi mewujudkan fungsi layanannya secara lebih efektif dibanding bantuan keuangan semata.
- Status kelembagaan atau tingkat “demonstration grade” (pengakuan formal sebagai koperasi teladan) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja layanan. Temuan ini menandakan bahwa indikator penilaian resmi pemerintah belum sepenuhnya mencerminkan kemampuan nyata koperasi dalam memberikan layanan produktif kepada anggotanya.
Selanjutnya, penulis mengakui keterbatasan penelitian ini. Analisis hanya mencakup faktor internal dan eksternal yang memengaruhi fungsi layanan ekonomi koperasi di sepanjang rantai produksi. Padahal, koperasi juga memiliki fungsi sosial — seperti memperjuangkan kesetaraan, mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung pembangunan sosial yang adil. Karena itu, penelitian mendatang disarankan untuk memperluas makna service function agar mencakup aspek sosial dan komunitas.
Kesimpulan
Dari 487 koperasi yang diteliti, pola yang muncul jelas: keberhasilan koperasi bukan semata soal modal, tetapi tentang kepemimpinan yang berpengalaman, tata kelola demokratis, dan dukungan pemerintah yang tepat sasaran. Pelatihan yang berkelanjutan terbukti menjadi katalisator paling kuat bagi peningkatan fungsi layanan, sementara sistem internal yang transparan memperkuat daya hidup koperasi.
Koperasi yang mampu menyeimbangkan dimensi bisnis dan sosial inilah yang menjadi motor modernisasi pertanian Tiongkok — bukan sekadar entitas administratif, melainkan organisasi hidup yang menautkan petani kecil dengan ekonomi modern. []
Artikel ini diproduksi oleh Divisi Manajemen Pengetahuan ICCI. Peringkasan dibantu menggunakan agen AI ChatGPT dengan akurasi 95-98% dan ditinjau ulang oleh Tim.

Post a comment