Oleh: Firdaus Putra, HC.
A. Pengantar
Peran kepeloporan dalam koperasi jarang menjadi isu dan dikaji secara serius. Dari berbagai pencarian, saya hanya menemukan artikel “Cooperatives and Founder Incentives” yang ditulis oleh konsultan hukum perkoperasian Amerika, Jason Wiener, tahun 2017. Dalam artikelnya tersebut ia menyimulasikan bagaimana merekognisi peran kepeloporan para pendiri melalui skema multi pihak.
Tahun 2021 saya menulis “Hak Asal Usul Pendiri Koperasi” di Kompas.com untuk meningkatkan perhatian masyarakat, khususnya para praktisi koperasi, terkait isu itu. Tujuannya untuk mengedukasi bahwa mereka bisa merekognisi peran kepeloporan pendiri ketika suatu tempo mendirikan koperasi. Sebaliknya, tanpa rekognisi beberapa bottle neck serta masalah dapat terjadi.
Mengikuti pandangan Wiener, koperasi multi pihak (KMP) memungkinkan merekognisi peran kepeloporan dengan adanya Kelompok Pemrakarsa berdiri sendiri. Untuk mengonfirmasi pandangannya, saya melakukan diskusi dengan Wiener pada Juli 2023 secara online. Hasil diskusi itu membuat saya semakin yakin dalam membantu merumuskan Pedoman No. 1 Tahun 2024 tentang Pendirian dan Pelaksanaan Koperasi Multi Pihak, yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi. Di mana para pelopor direkognisi dan disebut sebagai “Kelompok Pemrakarsa” dalam pedoman itu.
Lantas apa relevansi dan seberapa signifikannya bagi koperasi, khususnya KMP, untuk merekognisi para pemrakarsanya? Atau pertanyaan lebih mendasar, mengapa (perlu) ada Kelompok Pemrakarsa? Mari kita diskusikan!
B. Fenomena Lapangan
Dari pengamatan lapangan, saya menemukan ada tiga fenomena yang terjadi pada koperasi yang tidak merekognisi peran kepeloporan para pendiri. Pertama dominasi, di mana pendiri cenderung mendominasi dengan tetap menjadi Pengurus yang dampaknya membuat regenerasi tersendat. Kedua eksklusi, di mana Pendiri “dikucilkan” perannya oleh Pengurus berikutnya. Ketiga non-partisipasi, di mana Pendiri tidak mau terlibat atau mengambil jarak dengan koperasi. Detailnya sebagai berikut:
Aspek | Dominasi | Eksklusi | Non-partisipasi |
Definisi | Dominasi terjadi ketika pendiri koperasi mempertahankan kendali penuh atas koperasi, baik secara formal (melalui jabatan) maupun informal (melalui pengaruh), sehingga menghambat regenerasi dan pengembangan koperasi. | Eksklusi terjadi ketika pengurus atau anggota koperasi secara sengaja atau tidak sengaja mengabaikan atau menyingkirkan peran pendiri dalam pengambilan keputusan atau aktivitas koperasi. | Non-partisipasi terjadi ketika pendiri memilih untuk menjauh dari aktivitas koperasi, baik karena kekecewaan atas kurangnya penghargaan maupun alasan pribadi lainnya. |
Penyebab | a. Kurangnya rekognisi formal terhadap pendiri oleh koperasi; b. Ketergantungan anggota pada figur pendiri; c. Ketakutan pendiri akan kehilangan akses dan pengaruh | a. Ketidakpahaman tentang kontribusi pendiri di masa awal pengembangan koperasi; b. Perubahan kepemimpinan di mana pengurus ingin lebih independen; c. Perbedaan visi antara pendiri dengan pengurus | a. Ketiadaan insentif kepeloporan bagi pendiri; b. Pengalaman negatif yang pernah dialami oleh pendiri; c. Kejenuhan pribadi sehingga menarik diri |
Dampak | a. Hambatan regenerasi kepengurusan; b. Penurunan daya inovasi koperasi karena terbelenggu mindset lama; c. Ketegangan internal antara aspirasi status quo dan perubahan | a. Ketegangan internal antara pengurus dengan pendiri; b. Kehilangan potensi pengalaman dan jejaring yang dimiliki pendiri; c. Penurunan solidaritas antaranggota koperasi | a. Hilangnya pengetahuan dan pengalaman institusional yang melekat dalam diri pendiri; b. Potensi kehilangan akses sumber daya; c. Kehilangan identitas khususnya terkait sisi historis tujuan pendirian koperasi |
Sumber: diolah Penulis, 2025
Tiga masalah di atas dapat terjadi karena tidak adanya rekognisi kepada mereka. Padahal suatu koperasi, yang boleh jadi di masa depan tumbuh dan berkembang dengan volume usaha ratusan miliar rupiah dan memberi manfaat besar bagi anggota serta masyarakat, tidak akan terjadi bila mana para pendiri tidak pernah mengisiasi dan mendirikannya. Pada fase awal tersebut, para pendiri dengan karakter entrepreneurialnya, telah memberi kontribusi sangat besar baik secara material dan immaterial.
C. Kontribusi dan Risiko Pendiri
Secara material pendiri berkontribusi dalam pembentukan awal koperasi berupa: modal, tenaga, waktu, jaringan, sumber daya lain (agunan, kendaraan, tempat) dan lain sebagainya. Sedangkan secara immaterial mereka telah mencurahkan ide, pikiran, visi, kepemimpinan, keberanian dan seterusnya. Bila mana inisiatif tersebut gagal, risiko yang mereka terima secara material seperti mengalami kebangkrutan, hutang, kelelahan, distrust jaringan dan lainnya. Sedang secara risiko immaterial seperti rusaknya reputasi, kekecewaan, krisis harga diri dan lainnya.
Aspek | Material | Immaterial |
Kontribusi | a. Modal Awal: Pendiri mengalokasikan dana pribadi untuk memenuhi kebutuhan awal koperasi, seperti biaya pendaftaran, peralatan, atau sewa tempat; b. Tenaga dan Waktu: Pendiri bekerja tanpa batas waktu untuk merancang strategi, membangun sistem, dan menjalankan operasional; c. Jaringan dan Sumber Daya: Pendiri memanfaatkan hubungan pribadi atau profesional untuk membangun kepercayaan, merekrut anggota, dan menjalin kemitraan strategis; d. Aset Pribadi: Sering kali, aset seperti kendaraan, tempat tinggal, atau agunan digunakan untuk mendukung operasional awal koperasi. | a. Ide dan Visi: Pendiri merumuskan visi dan misi koperasi yang menjadi dasar operasional jangka panjang; b. Kepemimpinan Pendiri: menjadi figur utama yang menggerakkan anggota dan menciptakan kepercayaan kolektif; c. Keberanian dan Ketekunan: Pendiri mengambil risiko yang besar dan menunjukkan ketekunan dalam menghadapi tantangan awal. |
Risiko | a. Kehilangan Modal: Modal awal yang dikeluarkan tidak dapat dikembalikan jika koperasi gagal; b. Hutang: Pendiri yang meminjam dana untuk kebutuhan koperasi dapat menghadapi beban hutang pribadi; c. Kerugian Aset: Aset yang digunakan untuk mendukung koperasi bisa terancam hilang atau rusak. | a. Rusaknya Reputasi: Pendiri dapat kehilangan kepercayaan dari anggota, mitra, atau komunitas; Kekecewaan Pribadi: b. Gagalnya koperasi dapat menimbulkan perasaan gagal dan kehilangan semangat; c. Krisis Harga Diri: Pendiri dapat merasa malu atau minder akibat ketidakmampuan memenuhi ekspektasi anggota. |
Sumber: diolah Penulis, 2025
Pendiri koperasi berperan sebagai pelopor yang mengambil risiko besar untuk menginisiasi sebuah koperasi yang berpotensi tumbuh menjadi entitas dengan skala besar. Pada fase awal, koperasi tidak memiliki sumber daya yang cukup, baik dalam bentuk modal maupun kepercayaan masyarakat. Dalam kondisi itu, pendiri memainkan peran yang sangat strategis dengan kontribusi besar mereka berupa entrepreneurship di mana pendiri memiliki keberanian untuk menghadapi ketidakpastian, kemampuan untuk memanfaatkan peluang, dan keterampilan untuk mengorganisasi sumber daya yang terbatas. Serta kontribusi mereka secara material dan immaterial yang sangat besar, sering kali tanpa jaminan keberhasilan.
Anggota yang datang berikutnya tidak pernah menyaksikan langsung bagaimana koperasi tumbuh dari mimpi menjadi mikro, kecil sampai kemudian besar. Mereka juga tidak pernah melihat jatuh-bangunnya fase awal pembentukan koperasi di tengah keterbatasan sumber daya dan berbagai tantangan. Sehingga sangat penting secara kelembagaan koperasi merekognisi kepeloporan mereka secara formal melalui tata aturan organisasi, misalnya melalui Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga. Pada konteks inilah model KMP relevan menjadi solusi.
D. Kelompok Pemrakarsa
Seperti saya singgung di awal, dalam model KMP, kepeloporan pendiri telah direkognisi melalui Pedoman Pendirian dan Pelaksanaan Koperasi Multi Pihak yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi. Dalam pedoman ini yang dimaksud adalah “pemrakarsa” yang didefinisikan sebagai orang-orang yang bertanggungjawab atas suatu usaha dan/atau kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan koperasi. Definisi tersebut dibedakan dengan “pendiri” sebagai orang-orang atau beberapa koperasi yang memenuhi persyaratan keanggotaan dan menyatakan diri menjadi anggota serta hadir dalam rapat pendirian koperasi.
Ilustrasinya, suatu KMP didirikan oleh 9 orang. Di mana 9 orang tersebut nama-namanya akan tercantum dalam akta pendirian. Dari 9 orang itu, boleh jadi hanya 3 atau 4 orang saja yang tergolong sebagai Pemrakarsa. Mereka itulah yang memulai inisiasi sedari ide, tujuan pendirian koperasi, merancang model bisnis, merancang studi kelayakan bisnis, menghitung kebutuhan modal, mengorganisasi sumber daya (orang, modal dan lainnya) sampai kemudian KMP berdiri dan beroperasi. Sedangkan 5-6 orang lainnya tetap tergolong sebagai pendiri namun bukan sebagai Kelompok Pemrakarsa. Mereka bisa tergolong sebagai Kelompok Produsen atau Pemasok, tergantung model bisnis KMP tersebut.
Di lapangan tidak semua KMP mengatur adanya Kelompok Pemrakarsa. Dalam riset saya, untuk tugas akhir tesis (on going), dari 52 responden KMP, ditemukan variasi jumlah kelompok. Sebanyak 15,4% terdiri dari 2 kelompok anggota; 19,2% terdiri dari 3 kelompok; 17,3% terdiri dari 4 kelompok; 9,6% terdiri dari 5 kelompok dan 38,5% menyatakan terdiri lebih dari 5 kelompok anggota. Kemungkinan variasi tersebut dipengaruhi model bisnis yang mereka kembangkan. Menariknya, 80,8% atau 42 KMP mengatakan bisnis mereka telah beroperasi.
Kemudian terkait dengan Kelompok Pemrakarsa, 53,8% responden menyatakan mengatur adanya Kelompok Pemrakarsa dan sisanya, 46,2% KMP tidak mengatur. Sebab keberadaan Kelompok Pemrakarsa bersifat opsional yang dikembalikan kepada para inisiator atau masyarakat yang mendirikan KMP. Yang pasti regulasi telah membuka peluang untuk itu dan masyarakat dapat memanfaatkannya. Dengan cara begitu Pemrakarsa serta koperasi dapat memperoleh manfaat terhadap rekognisi tersebut, sebagai berikut:
No. | Manfaat bagi Pemrakarsa | Manfaat bagi Koperasi |
1. | Merekognisi peran pemrakarsa melalui kelompok ini memberikan penghargaan atas kontribusi material (modal, tenaga, waktu) dan immaterial (ide, visi, kepemimpinan) yang telah mereka berikan di fase awal pembentukan koperasi. | Dengan memberikan penghargaan kepada pemrakarsa, koperasi menciptakan solidaritas internal yang lebih baik antara pendiri dan anggota lainnya. |
2. | Pemrakarsa diakui sebagai bagian integral dari sejarah dan struktur koperasi, meningkatkan rasa bangga dan kepemilikan mereka. | Pengaturan formal mengurangi potensi konflik akibat ketidakseimbangan peran antara pendiri dan anggota baru. |
3. | Pemrakarsa dapat diberikan hak suara tambahan dalam pengambilan keputusan strategis, sehingga tetap terlibat dalam arah pengembangan koperasi. | Pemrakarsa sering memiliki pengetahuan mendalam tentang koperasi, jejaring yang luas, dan pengalaman yang berharga. Dengan melibatkan mereka dalam kelompok khusus, koperasi dapat terus memanfaatkan aset ini. |
4. | Melalui pengaturan khusus, pemrakarsa dapat menerima insentif tambahan seperti alokasi dividen yang mencerminkan kontribusi awal mereka. | Pemrakarsa dapat membantu mentransfer pengalaman dan wawasan mereka kepada generasi pengurus atau anggota baru. |
5. | Kelompok Pemrakarsa memungkinkan pendiri tetap terlibat dalam kapasitas non-operasional, seperti sebagai penasihat atau mentor, tanpa harus mendominasi pengelolaan sehari-hari. | Rekognisi formal terhadap pemrakarsa menunjukkan bahwa koperasi menghargai kontribusi individu, sehingga meningkatkan kepercayaan anggota terhadap tata kelola koperasi. |
6. | Dengan pengaturan formal, potensi konflik akibat dominasi atau eksklusi dapat diminimalkan karena peran dan hak pemrakarsa sudah jelas diatur. | Struktur yang menghormati peran pendiri mencerminkan budaya organisasi yang inklusif dan adil, yang dapat menarik lebih banyak anggota baru. |
7. | Dengan melibatkan Kelompok Pemrakarsa dalam pengambilan keputusan strategis, koperasi dapat terus berkembang berdasarkan visi dan misi awal yang relevan. | |
8. | Keberadaan kelompok ini memastikan transisi kepemimpinan yang lebih lancar, karena pendiri tetap memiliki peran dalam mendukung koperasi tanpa harus mendominasi. |
Sumber: diolah Penulis, 2025
Selain itu rekognisi adanya Kelompok Pemrakarsa memberi implikasi positif dalam tata kelola koperasi. Dengan mengatur peran Kelompok Pemrakarsa diatur sedemikian rupa sehingga tidak mendominasi, tetapi tetap memberikan pengaruh positif. Pada sisi lain, dengan struktur yang jelas, hak dan kewajiban pemrakarsa terdokumentasi, sehingga meminimalkan konflik atau ketidakjelasan peran. Kemudian keberadaan kelompok ini memungkinkan koperasi mempraktikkan demokrasi yang menghormati kontribusi awal tanpa mengorbankan hak anggota lainnya. Keberadaan kelompok Pemrakarsa membantu menjaga kesinambungan nilai-nilai dan visi awal koperasi, yang sering kali menjadi fondasi keberhasilan jangka panjang suatu koperasi. Dampaknya terjadi penguatan identitas koperasi yang dapat menarik anggota baru dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.
E. Insentif bagi Pemrakarsa
Dalam praktiknya masyarakat dapat mengatur aneka insentif, baik material maupun immaterial, yang diberikan koperasi kepada Kelompok Pemrakarsa sejauh tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip koperasi serta regulasi perkoperasian yang ada. Beberapa insentif yang dapat diatur dalam AD/ ART seperti:
Insentif Immaterial
- Kelompok Pemrakarsa dapat memiliki porsi suara dalam pengambilan keputusan lebih besar dari pada kelompok lain, maksimal 40% bila KMP minimal terdiri dari 3 kelompok anggota. Hal itu bertujuan untuk menjaga stabilitas organisasi koperasi dan mengawal tujuan jangka panjang serta misi pendirian koperasi
- Kelompok Pemrakarsa dapat memiliki lebih dari 1 orang wakil di jajaran Pengurus atau Pengawas. Misalnya dalam kasus di mana KMP memiliki kelompok anggota genap, misalnya 4, sedangkan Pengurus ditentukan ganjil yakni 5 orang, maka Kelompok Pemrakarsa memiliki 2 orang wakil. Sedangkan kelompok yang lain hanya 1 orang.
- Setelah regenerasi dan tidak lagi menjadi Pengurus, Pemrakarsa dapat berperan sebagai Penasehat koperasi yang memberi pandangan-pandangan strategis pengembangan bisnis koperasi agar selaras dengan tujuan dan misi pembentukan koperasi.
- Kelompok Pemrakarsa dapat ditetapkan sebagai formatur, bila koperasi menggunakan sistem formatur, dalam merancang kepengurusan koperasi. Tujuannya agar desain kepengurusan selaras dengan tujuan dan misi pembentukan koperasi.
- Pelibatan dalam perencanaan strategis koperasi serta kegiatan momentual lainnya sebagai penghargaan simbolis kepada mereka. Termasuk pelibatan Pemrakarsa dalam aktivitas non-operasional seperti kaderisasi anggota dan calon Pengurus dan Pengawas untuk mentransfer berbagai pengetahuan dan pengalaman yang relevan.
- Dan lainnya.
Insentif Material
- Koperasi dapat memberi alokasi dividen (SHU) khusus bagi mereka yang dinyatakan dalam AD/ ART. Misalnya sebesar 5% yang dibagi hanya kepada 3-4 orang Pemrakarsa selama-lamanya sebagai mekanisme pay back untuk seluruh biaya kewirausahaan yang telah mereka keluarkan di masa pembentukan awal koperasi.
- Koperasi dapat memberi uang kehormatan/ honorarium secara berkala sesuai dengan perkembangan usaha koperasi di mana mereka berperan sebagai Penasehat. Dapat diatur melalui Peraturan Khusus.
- Koperasi dapat memberi tunjangan dana pensiun untuk menjaga keamanan hidup masa tua mereka. Dapat diatur melalui Peraturan Khusus.
- Koperasi dapat memberi tunjangan kesehatan untuk memastikan fasilitas kesehatan yang baik bagi mereka. Dapat diatur melalui Peraturan Khusus.
- Koperasi dapat memberi fasilitas lain yang relevan seperti beasiswa pendidikan bagi anaknya.
- Dan lainnya.
F. Energi Kewirakoperasian
Dengan adanya rekognisi itu, masyarakat serta para entrepreneur akan termotivasi menggunakan koperasi sebagai basis kelembagaan bisnis mereka. Mereka akan serius dalam membentuk dan mengawal koperasinya dalam fase inkubasi 0-5 tahun pertama sampai memiliki kapasitas untuk tumbuh berkelanjutan. Boleh jadi lima tahun berikutnya, sembari menyiapkan regenerasi, mereka masih terlibat aktif dalam kepengurusan. Namun pada tahun-tahun berikutnya, secara alamiah mereka akan melepaskan jabatannya sebagai Pengurus dan berperan sebagai Penasehat. Sebabnya karena koperasi memberikan insentif secara kontinyu sebagaimana di atas meski dirinya tak lagi menjabat sebagai Pengurus.
Pada sisi lain, energi entrepreneurialnya dapat atau akan tersalurkan dengan membangun inisiatif lain misalnya mendirikan koperasi baru dalam skenario spin-off koperasi. Secara jangka panjang hal ini akan mendorong koperasi berkembang melalui pengalaman, pengetahuan, kepemimpinan serta entrepreneurial yang mereka miliki. Sebagai entrepreneur mereka memiliki karakter yang dapat menjadi aset besar koperasi, di antaranya:
- Kreativitas dan inovasi. Kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dan solusi unik terhadap masalah serta kemampuan untuk mengubah ide menjadi produk, layanan, atau proses yang bermanfaat dan bernilai.
- Keberanian mengambil risiko. Yakni berani menghadapi ketidakpastian dan membuat keputusan dalam kondisi risiko tinggi. Tidak takut gagal, tetapi memandang kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran.
- Orientasi pada peluang. Mereka selalu mencari dan memanfaatkan peluang di pasar, bahkan di tengah tantangan atau krisis. Mereka juga peka terhadap kebutuhan konsumen dan tren yang sedang berkembang.
- Ketekunan dan disiplin. Mampu bertahan dan bekerja keras meskipun menghadapi hambatan besar. Disiplin dalam mengelola waktu, sumber daya, dan prioritas untuk mencapai tujuan.
- Kepemimpinan yang kuat. Yakni kemampuan memotivasi, mengarahkan, dan memimpin tim untuk mencapai visi bersama. Membuat keputusan strategis dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.
- Kepercayaan diri. Memiliki keyakinan terhadap kemampuan sendiri untuk mencapai kesuksesan. Tetap optimis dalam menghadapi tantangan atau ketidakpastian.
- Adaptabilitas dan fleksibilitas. Mereka cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis serta mampu mengubah strategi sesuai dengan dinamika pasar.
- Berorientasi pada hasil. Fokus pada pencapaian tujuan yang spesifik dan terukur. Mampu menetapkan target jangka pendek dan jangka panjang, serta bekerja keras untuk mencapainya.
- Keterampilan komunikasi. Mereka pandai berkomunikasi dengan berbagai pihak, termasuk pelanggan, mitra bisnis, dan tim internal. Mampu menyampaikan visi dan ide dengan jelas untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi.
- Pemecahan masalah yang efektif. Memiliki kemampuan analitis untuk memahami masalah secara mendalam. Mereka juga cepat mengambil langkah solusi yang efektif dan efisien.
- Memiliki visi besar. Mereka mampu melihat gambaran besar dan memiliki tujuan jangka panjang yang terdefinisi dengan baik. Di mana visi tersebut menjadi panduan dalam mengambil keputusan strategis.
- Rasa tanggung jawab yang tinggi. Bertanggung jawab atas semua keputusan dan hasil usaha, baik sukses maupun gagal. Serta menunjukkan komitmen terhadap etika dan keberlanjutan bisnis.
- Jaringan dan kolaborasi. Mereka umumnya mampu membangun dan memanfaatkan jejaring profesional untuk mendukung usaha. Juga terbuka terhadap kolaborasi dengan mitra untuk menciptakan sinergi.
Karakteristik Pemrakarsa di atas relevan dalam membangun kewirakoperasian bagi suatu koperasi atau masyarakat pada umumnya. Kewirakoperasian merupakan kemampuan untuk menginisiasi, mengelola, dan mengembangkan koperasi dengan pendekatan kewirausahaan. Hal ini mencakup pengambilan risiko, inovasi, pemanfaatan peluang, dan pengelolaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan koperasi. Kewirakoperasian berbeda dari kewirausahaan individual karena fokusnya adalah pada penciptaan nilai bersama (shared value) dan kesejahteraan anggota.
Pada sisi lain, karakteristik personal di atas harus dimaknai sebagai modalitas serta kekayaan koperasi dalam bentuk tacit knowledge atau intangible asset yang melekat dalam diri seorang Pemrakarsa. Sebagai perusahaan yang menempatkan orang sebagai penentu (people first) dari pada modal (capital follow), rekognisi tersebut relevan untuk diadopsi.
G. Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
- Rekognisi terhadap Kelompok Pemrakarsa dalam koperasi multi pihak (KMP) sangat penting untuk menghargai kontribusi awal mereka yang telah memberikan modal, tenaga, waktu, ide, dan visi. Kontribusi ini memungkinkan koperasi tumbuh dari tahap awal hingga menjadi entitas yang signifikan. Rekognisi ini juga mencegah dominasi, eksklusi, dan non-partisipasi yang sering terjadi pada koperasi tanpa pengaturan formal terhadap kepeloporan mereka.
- Pemrakarsa berkontribusi secara material (modal awal, aset pribadi, dan jaringan) serta immaterial (visi, kepemimpinan, keberanian). Namun, mereka juga menghadapi risiko besar seperti kehilangan modal, reputasi, atau harga diri jika inisiatif gagal. Pengaturan formal melalui Kelompok Pemrakarsa dapat memberikan perlindungan dan penghargaan yang layak atas kontribusi tersebut.
- Rekognisi Kelompok Pemrakarsa menciptakan struktur tata kelola yang transparan, demokratis, dan adil. Dengan pengaturan formal, koperasi dapat menghindari konflik internal, menjaga kesinambungan nilai-nilai awal, dan memanfaatkan pengetahuan serta jejaring pemrakarsa untuk keberlanjutan koperasi.
- Dengan adanya Kelompok Pemrakarsa, koperasi memiliki peluang lebih besar untuk berkembang secara berkelanjutan. Energi entrepreneurial (baca: kewirakoperasian) Pemrakarsa dapat tersalurkan untuk mendukung koperasi dalam jangka panjang, termasuk menciptakan inisiatif baru melalui spin-off koperasi.
Rekomendasi
- Koperasi perlu mencantumkan peran Kelompok Pemrakarsa secara eksplisit dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Hal ini mencakup definisi, hak, kewajiban, dan batasan peran Pemrakarsa.
- Koperasi perlu mengatur mekanisme pemberian insentif material dan immaterial bagi Pemrakarsa untuk mengakui kontribusi awal mereka tanpa menyimpangi nilai dan prinsip koperasi serta regulasi yang berlaku.
Penulis merupakan Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) dan promotor koperasi multi pihak di Indonesia.
Comments(2)-
-
comment Yuanita Indriani says
January 22, 2025 at 11:04 amSangat inspiratif… terimakasih
comment I Ketut Sukaysa,SE says
January 23, 2025 at 1:59 ammari wujudkan agar marwah koperasi tidak hilang dari permukaan bumi imdonesia,sehingga benefit untuk angggotanya bisa meningkatkan taraf hidup anggotanya sendiri( Close loop )