Oleh: Firdaus Putra, HC. – Ketua Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI)
Liputan tentang Koperasi Marsudi Mulyo (KMM) pada PICU Edisi Mei-Juni 2025, mengonfirmasi hasil survei ICCI (Juni, 2022). Per Mei 2025 anggota mereka capai 6.749 orang. Bila dibagi berdasar demografi, 8,2% tergolong Generasi Z dan 27,7% merupakan Generasi Y. Generasi yang dominan adalah X, sebanyak 43,6% dan sisanya, 20,5% termasuk Generasi Baby Boomer.
Data itu tak beda jauh dengan survei ICCI, dengan sampel 614 koperasi di Indonesia, yang menemukan secara demografis anggota koperasi pada umumnya sebagai berikut:
| Status | Gen. Z | Gen. Y | Gen. X | Gen. BB |
| Rentang Usia | 13-28 tahun | 29-44 tahun | 45–60 tahun | 61-79 tahun |
| Anggota KMM | 8,2% | 27,7% | 43,6% | 20,5% |
| Anggota Koperasi* | 6.01% | 37.87% | 46.04% | 10.07% |
| Penduduk Indonesia | 27,94% | 25,85% | 21,88% | 11,56% |
| *Hasil survei ICCI | ||||
Sumber: Diolah Penulis, 2025
Sebagai pembanding demografi Indonesia (BPS, 2021), 53,79% merupakan generasi muda. Di mana Gen. Y mencapai 25,85% dan Gen. Z sebesar 27,94%. Sementara itu Gen. X sebanyak 21,88% dan Baby Boomer, 11,56%. Adapun 10,88% tergolong Gen. Alpha yang saat ini berusia di bawah 13 tahun. Data ini menunjukkan 53 dari 100 orang per populasi tergolong generasi muda, yang sebagian usia pelajar dan sebagian besar lainnya pekerja.
Idealnya anggota koperasi mendekati karakteristik demografi penduduk di atas. Pada tabel di atas terlihat gap yang cukup besar khususnya pada Gen. Z dan Gen. X. Koperasi saat ini cenderung surplus Gen. X dan defisit Gen. Z. PR kita bukan bagaimana mengurangi Gen. X, melainkan bagaimana menambah Gen. Z. Dengan melihat data di atas rentang defisitnya 19-21%. Artinya bagi koperasi seperti KMM, mereka perlu menjangkau sedikitnya 1.400 anak muda. Yang bila hal tersebut dimasukkan dalam rencana strategis lima tahun, paling tidak perlu menjangkau 280an Gen. Z per tahun. Koperasi atau CU lain dapat membuat hitungan sendiri.
Ancaman Involusi
Saya pernah kupas soal ancaman involusi (penyusutan) anggota dan koperasi di Kompas.com (Mei, 2022). Sebabnya, dari sisi internal, koperasi seperti CU bekerja berdasar kebutuhan anggota, di mana kurva penawaran (supply) sangat bergantung pada permintaan (demand) anggota. Pada Gen. X dan Baby Boomer, permintaan mulai menurun. Berbagai kebutuhan atau hajat hidup mereka sebagian besar telah terealisasi. Pada sisi lain, tren permintaan masih cenderung tinggi pada Gen. Y dan lalu Z.
Nah, sayangnya, kondisi itu tak statis dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Sebagai contoh aneka layanan, termasuk layanan keuangan, hari ini dengan mudah diakses dan dimanfaatkan oleh Gen. Z. Mereka dikenal sebagai techno savvy alias melek teknologi. Kehadiran teknologi telah mengubah perilaku, meminjam istilah kolega saya—Lukas Arimurti—cara mengada Gen. Z. Generasi itu mengada dengan cara berbeda daripada generasi sebelumnya.
Dari dua faktor di atas, hipotesis saya, anggota koperasi akan menyusut yang memengaruhi eksisting usaha dan eksistensinya. Hal itu yang membuat youth mainstreaming di koperasi menjadi keharusan. Bila tidak, involusi menjadi lebih cepat datang bersamaan dengan kecanggihan teknologi. Mari simak grafik di bawah ini:

Sumber: Firdaus Putra, 2024
Grafik di atas menyiratkan keselarasan karakteristik nasabah bank digital dengan pengguna internet dan demografi penduduk. Sebaliknya, demografi anggota koperasi tidak selaras. Grafik itu selain menggambarkan gap demografi, juga menunjukkan gap teknologi. Grafik itu menggambarkan secara nyata bagaimana modus Gen. Z mengada di zaman ini.
Sebagai contoh, di saat Gen. Y, seperti saya, sedang disiplin menabung, kebiasaan itu boleh jadi tak relevan bagi Gen. Z. Mereka “tabungkan” uangnya di saham. Padahal usia mereka relatif muda. Baru bekerja 2-5 tahun dengan pendapatan terbatas, namun teknologi memungkinkan itu dilakukan. Banyak aplikasi tersedia fasilitasi mereka menjadi investor ritel. Hanya dengan dana sebesar secangkir kopi, sekira Rp15.000, mereka dapat beli 1 lot saham di pasar modal.
Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS, 2023) mengonfirmasi. Sebanyak 80% investor pasar modal dari 11,5 juta orang merupakan Gen. YÂ dan Z. LPS mencatat, investor yang berusia di bawah 30 tahun atau Gen. Z capai 57,26% dari total investor ritel. Cara mengada ini benar-benar berbeda.
Untuk akses pasar modal, mereka harus punya rekening bank. Menurut OJK (2023), sekitar 80 persen atau 52 juta pelajar Indonesia sudah punya rekening bank. Total tabungan mereka cukup besar, sekitar Rp29 triliun. Itu artinya sangat mungkin sebelum kenal CU, mereka sudah terbiasa dengan bank (digital). Bila diekstrapolasi lima tahun ke depan, tren ini akan berdampak disruptif bagi CU dan koperasi keuangan pada umumnya.
Memetakan Agenda
Tentu CU atau koperasi perlu merespon isu itu dengan serius. Survei ICCI (2024) menemukan hanya 39,5% koperasi yang memiliki program penjangkauan anak muda. Temuan itu selaras dengan riset ICA, Young People and Cooperatives: A Perfect Match? Global Thematic Research Report (2021). ICA menyatakan hanya 40% koperasi Indonesia yang memiliki hubungan dengan anak muda. Artinya, hanya 4 dari 10 koperasi yang ramah anak muda.
Lalu sudahkah CU atau koperasi Anda ramah anak muda? Ini pertanyaan evaluatif/ reflektif bagi masing-masing Pengurus yang menjabat saat ini.
Suatu strategi tertentu harus dirumuskan sungguh-sungguh, kita berkejaran dengan waktu. Robby Tulus menyinggung soal perlunya rebranding. Selain itu di tengah tantangan mengada zaman baru, boleh jadi selain rebranding perlu juga untuk menyelam ke dasar dengan reinventing. CU perlu merumuskan suatu value proposition yang tepat bagi mereka. Apakah layanan simpan-pinjam eksisting masih mencukupi bagi Gen. Z?

Kita perlu perhatikan karakteristik mereka yang techno savvy, realistis sekaligus pragmatis. Pada sisi lain mereka gemar berkomunitas dan suka berkolaborasi. Mereka juga peduli pada otentisitas, sehingga lebih percaya influencer lokal daripada iklan pesohor. Lebih suka mencari referensi di TikTok daripada Google. Sementara itu rentang perhatian mereka pendek, yang mana CU perlu mengemas ulang penawaran dalam pesan padat kaya makna. Story telling lebih mereka sukai daripada pamflet gaya lama.
Dengan menimbang karakter di atas, bayangkan suatu value proposition baru, misalnya, “CU, Ruangmu Kembangkan Diri dan Jaringan”. Racikan-racikan baru perlu dirumuskan untuk mengoperasionalkan, hanya sebagai contoh:
- Gamifikasi Tabungan: tak hanya menabung, namun ada gamifikasi dalam produk semisal pemenuhan target tabungan bulanan yang diapresiasi dengan poin atau skor.
- Gamifikasi Sikap Hemat: suatu ajakan untuk berhemat yang dikemas dengan tantangan “Kurangi Nongkrong Sekali dalam Sebulan”.
- Influencer Lokal: CU perlu menggandeng influencer lokal dalam kampanye dan promosi, bahkan tak menutup peluang untuk menggaetnya sebagai
- Community Gathering: pertemuan komunitas berbasis hobi atau bakat-minat dapat menjadi ruang penjangkauan yang tepat.
- Social Project: memfasilitasi proyek sosial sesuai kepedulian mereka di lingkungan/ komunitas tertentu.
- Mentoring Bisnis: pogram inkubasi bisnis yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan kapasitas usaha mereka.
- Bursa Kerja: menyediakan aneka informasi peluang pekerjaan di wilayah sekitar atau kerja jarak jauh (remote jobs).
- Layanan Digital: suatu aplikasi mobile yang terhubung dengan aneka fitur yang relevan.
- Fitur Investasi: CU mobile menyediakan fitur investasi bekerjasama dengan pihak atau penyedia lain yang kredibel.
Daftar di atas dapat diperpanjang sesuai konteks lokal masing-masing. Memadukan pendekatan low touch, sentuhan ringan dengan biaya kecil dan high touch, sentuhan intensif dengan sumberdaya besar.
Kerangka Kerja
Lantas pertanyaan berikutnya, dapatkah CU sebagai lembaga keuangan menyelenggarakan program dan pendekatan di atas secara mandiri? Bila tidak, CU perlu bermitra dengan yang lain. Atau selenggarakan melalui koperasi yang mereka hasilkan lewat spin out. Dalam konteks ini kita perlu berpikir dan bekerja dalam perspektif yang lebih luas, yakni ecosystem-based. Dalam ekosistem tersebut, CU berperan sebagai salah satu pilar (keuangan) di antara pilar dan pihak lain.
Pertanyaan berikutnya, apakah CU memiliki sumberdaya untuk mengerjakannya? Bila iya, apakah anggota, yang sebagian besar Gen. X setuju untuk mengalokasikannya? Sangat mungkin CU dan koperasi alami horizon problem, yakni konflik horizon atau cara pandang antara anggota dengan Pengurus. Di mana anggota memiliki horizon waktu lebih pendek, menghendaki keuntungan atau manfaat secepat mungkin. Sedang Pengurus, karena miliki wawasan holistik, memiliki horizon jangka panjang terkait isu relevansi dan keberlanjutan koperasi. Anggota mungkin menilai berbagai investasi di atas berbiaya tinggi, yang tentu lebih baik bila tidak dilakukan. Atau dibelanjakan sesuai kebutuhan mereka, Gen. X.

Solusinya, youth mainstreaming harus melekat dalam rencana strategis koperasi dengan denominator keberlanjutan koperasi. Dalam konteks itu, fitur solidaritas di CU perlu diperluas tak hanya antarkelas sosial, namun antargenerasi. Bagaimana CU hari ini dapat menjadi ruang tumbuh dan menyejahterakan bagi anak-cucu di masa mendatang. Apa yang mereka tanam hari ini, anak-cucu yang akan memanennya.
Dalam konteks itu, teknologi dapat menjadi enabler yang tepat. Teknologi tak hanya sebagai tools, namun agregator ekosistem yang menjahit aneka fitur dari berbagai pihak. Bagi mereka, teknologi merupakan default environment. Mereka tidak “menggunakan” teknologi, melainkan “hidup” di dalamnya. Namun teknologi bukan hal murah. Di titik ini kolaborasi menjadi solusi, CU bisa lakukan ko-investasi.
Agar strategi di atas terarah dan terukur, Inkopdit atau Puskopdit perlu kerjakan riset dan pengembangan. Pilot project perlu dilakukan di beberapa CU dengan karakteristik berbeda (urban dan rural). Per semester hasilnya dapat dilokakaryakan untuk identifikasi pendekatan apa yang berhasil dan tidak. Dua-tiga kali lokakarya harusnya gerakan CU sudah miliki formula terukur bagaimana menjawab tantangan relevansi dan involusi di atas. Semoga. []
Artikel telah dimuat pada Majalah PICU Edisi Sep-Okt 2025

Post a comment