May 4, 2024

Oleh: Firdaus Putra, HC.

Pada artikel sebelumnya, “Apa itu Koperasi Multi Pihak?” kita sudah melihat sepintas sejarah koperasi multi pihak (KMP) yang berakar jauh pada 1844 (Rochdale Pioneer) dan 1870 (Hebden Bridge). Keduanya memberi gambaran berbeda awal mula model itu berkembang. Perubahan yang terjadi pada kedua koperasi tersebut dapat dibandingkan sebagai berikut:

Dimensi Rochdale Pioneer Hebden Bridge
Tahun Berdiri 1844 1870
Bentuk Awal Multi pihak, konsumen-karyawan Satu pihak, pekerja, pemintal kapas
Perubahan Menjadi satu pihak, konsumen saja Menjadi multi pihak, individual (investor) dan buyer
Tahun Perubahan 1862 1871
Alasan Berubah Disharmoni kepentingan konsumen-karyawan Mobilisasi sumber daya dan kepastian pasar

Sumber: Diolah Penulis

Pengalaman perubahan Rochdale menggambarkan boleh jadi model itu terlalu dini diimplementasikan mereka di tengah zaman Revolusi Industri. Pada masa itu dikotomi buruh-majikan sangat berkembang. Meski sebagai gagasan kerjasama antara buruh-majikan telah mulai menggema di Inggris. Namun, boleh jadi saat itu Rochdale belum memiliki mekanisme organisasi untuk mengelola kelompok anggota dengan perspektif kepentingan yang berbeda. Sebaliknya, Hebden dapat sukses dengan keanggotaan multi pihak selama lebih dari 50 tahun karena mereka sudah memiliki mekanisme organisasi yang sesuai.

Lantas apa sebenarnya yang melatarbelakangi model ini berkembang? Para ahli memberi beberapa pandangan, JP. Girrard (dalam Lund, 2011) mengatakan bahwa KMP melakukan artikulasi ulang keterkaitan antara bidang ekonomi dan sosial dalam lingkungan di mana ekonomi global dan teknologi baru memungkinkan potensi mobilitas modal, tenaga kerja, dan pengetahuan yang tidak terbatas. Girrard menyoroti perubahan lingkungan eksternal di mana pengaruh ekonomi global dan teknologi baru memperkaya peluang-peluang modalitas bagi koperasi.

Tak berbeda dengan itu, pakar hukum koperasi, Munkner (2004) juga berpandangan sama. Katanya, perekonomian global telah menyebabkan mobilitas modal, tenaga kerja dan pengetahuan yang hampir tidak terbatas. Revolusi pengetahuan, teknologi komunikasi dan transportasi telah mengawali transformasi masyarakat industri menjadi masyarakat berpengetahuan, yang secara signifikan mengubah kehidupan masyarakat lokal yang masih bekerja dalam masyarakat industri.

Oleh karenanya, masih menurutnya, hal itu menjadi perhatian di mana KMP mengambil alih tugas untuk memperbaiki kondisi tersebut. Yakni bagaimana mengembangkan peluang untuk pekerjaan yang wajar dan pekerjaan untuk keuntungan bersama. Hal itu dapat dilakukan dengan mengintegrasikan kelompok yang terpinggirkan ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

Pandangan di atas menunjukkan perubahan ekonomi dan teknologi menjadi pemantik lahirnya model multi pihak. Di mana dianggap model konvensional tidak dapat merespon berbagai perubahan baru. Koperasi konvensional dinilai memiliki limitasi, misalnya ketakmampuannya untuk menginklusi pihak-pihak lain di luar dirinya. Termasuk terkait kemampuannya dalam memobilisasi berbagai sumberdaya baru seperti pengetahuan, keterampilan, keahlian, teknologi dan sebagainya.

Konteks Kemunculan KMP di Berbagai Negara

Membayangkan keunikan KMP berbanding dengan koperasi konvensional, menarik untuk melihat bagaimana model tersebut muncul di berbagai negara. Kita perlu mengenali conditio sine qua non yang memungkinkan model tersebut lahir, tumbuh dan berkembang, di mana berbeda dengan koperasi konvensional. Yang karena perbedaan tersebut, boleh jadi sedikit-banyak memperoleh resistensi dari gerakan koperasi arus utama.

Saya menyoba melacak bagaimana model multi pihak berkembang di beberapa negara, termasuk Indonesia. Konteks apa yang melatarbelakanginya, serta bagaimana orientasinya. Tabel di bawah saya buat sebagai basis eksplorasi awal, yang karenanya masih bersifat tentatif. Akademisi/ peneliti perlu melakukan pendalaman lebih lanjut untuk memperoleh gambaran yang lebih tepat.


KMP Inggris Amerika Italia Kanada Perancis Indonesia
Pengaruh Paradig-ma Labour Co-Partner-ship Employee Stock/ ESOP Economia Aziendale Social & Solidarity Economy Social & Solidarity Economy Collabora-tive Economy
Tahun Praktik 1870 Praktik 1970 Legal sejak 1991 Legal sejak 1997 Legal sejak 2001 Legal sejak 2021
Orientasi (Girard, 2009) In between Mutualistic model Sociological model In between In between Mutualistic model
Sektor Bisnis Tidak ada pembata-san Tidak ada pembata-san Hanya sosial Tidak ada pembata-san Tidak ada pembata-san Sektor riil dan keuangan, kecuali simpan pinjam

Sumber: Diolah Penulis


Di Inggris, model multi pihak yang mempertemukan beberapa pihak dalam satu wadah sangat mungkin dipengaruhi oleh pandangan dan gerakan labour co-partnership yang berkembang pada masa itu. Artikel Labour Co-partnership in Practice yang ditulis oleh Henry Vivian pada tahun 1906 dapat menggambarkan semangat zaman serta konteks sosial-ekonomi dan politik lebih luas di sana. Mengikuti tipologi yang dikembangkan oleh Girrard, KMP di sana berorientasi pada bentuk in between yakni mutualistic dan juga sociological. Mutualistic artinya orientasi KMP mengikuti kepentingan anggota. Sedangkan sociological model, tensi KMP cenderung berorientasi transformatif dengan penekanan pada sisi kesosialan.

Sedangkan di Amerika, praktik multi pihak sudah ditemukan pada tahun 1970 pada koperasi benih pertanian, yang beranggotakan konsumen dan karyawan. Pada beberapa dekade sebelumnya diskursus dan praktik Employee Stock Ownership Plan (ESOP) telah berkembang di Amerika. Pada 1921 Kantor Pajak di Amerika telah mengatur kemungkinan pemberian bonus dalam bentuk saham kepada karyawan. Kemudian pengaturan pertama kali skema saham karyawan pada perusahaan sukses terjadi pada 1956 yang dilakukan oleh seorang pengacara sekaligus ekonom, Louis O. Kelso (Menke, 2010). Hal tersebut membuat corak KMP di Amerika bersifat mutualistic model.

Di Italia, bila kita simak sejarah sosial-ekonomi mereka, kemunculan KMP adalah hal yang wajar atau pasti dengan sendirinya terjadi. Di mana secara paradigmatik, ilmu ekonomi di sana, yang disebut sebagai Economia Aziendale (Silvana Signori and Gianfranco Rusconi, 2009), sedari awal melihat praktik ekonomi-bisnis secara holistik. Yakni bagaimana suatu perusahaan atau bisnis merupakan wahana untuk menciptakan manfaat bagi semua (common good atau bene comune). Paradigma ekonomi mereka melihat perusahaan sebagai bagian dari sistem-lingkungan yang harus berinteraksi untuk  pencapaian tujuannya, yang tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sosial. Sehingga karakteristik KMP di sana bersifat sociological model, yakni KMP hanya dapat beroperasi pada layanan sosial.

Di Kanada dan Perancis memiliki konteks yang serupa, di mana pengaruh paradigma Social and Solidarity Economy menjadi lahan subur dalam pengembangan KMP. Meski demikian Kanada mengadopsi KMP lebih dulu dari pada Perancis. Di Kanada, setelah beberapa tahun KMP dilegalkan, 60% koperasi baru memilih model tersebut dan sebagian koperasi konvensional konversi menjadi multi pihak. Di Kanada KMP dikenal dengan istilah Solidarity Cooperative. Sedangkan di Perancis disebut sebagai Société Coopérative d’Intérêt Collectif (SCIC). Di Perancis KMP dikategorikan sebagai perusahaan komersial yang memiliki misi sosial. Begitu juga di Kanada. Sehingga keduanya dapat dikategorikan dalam model in between.

Konteks Kemunculan KMP di Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia, lahan subur apa yang membuat KMP berterima sehingga per April 2024 sudah berdiri 144 unit yang tersebar di berbagai provinsi?

Indonesia memiliki konteks yang cukup berbeda. Dari segi waktu, ada jarak yang cukup jauh dengan eksperimentasi beberapa negara di atas. KMP muncul sebagai bentuk respon dan adaptasi di tengah perubahan besar yang terjadi pada lanskap ekonomi-bisnis serta teknologi. Sebagaimana diketahui, 10-15 tahun terakhir Indonesia mengalami transformasi besar pada dunia bisnis yang dipicu kehadiran perusahaan-perusahaan startup di berbagai sektor.

Perusahaan startup lokal, Gojek, yang mulai beroperasi dan mengubah permainan (game changer) sejak tahun 2013 menginspirasi dan diikuti banyak startup lainnya. Saat ini Indonesia tercatat peringkat ke-6 di dunia dengan jumlah startup mencapai 2.622 buah (Startupranking.com, 4 Mei 2024). Dengan dukungan investasi besar dari venture capital dan market size dalam negeri terbesar di Asia Tenggara, Indonesia saat ini memiliki 9 unicorn dan 2 decacorn. Mereka semua secara bersama-sama telah mengubah lanskap ekonomi-bisnis, ekosistem, model bisnis serta tren yang berorientasi atau bercorak collaborative economy atau sharing economy.

Firmanzah (2015) mendefinisikan collaborative economy sebagai model ekonomi di mana kepemilikan dan akses terhadap sebuah project atau sumber daya ekonomi terbagi di antara para pihak. Sedangkan Aluchna dan Boleslaw Rok (2018) mengungkapkan bahwa collaborative economy adalah “an economy built on distributed networks of connected individuals and communities versus centralised institutions, transforming how we can produce, consume, finance, and learn”. Modus collaborative economy bervariasi tergantung sektor, seperti collaborative production, collaborative consumption, sharing economy dan sebagainya.

Paradigma collaborative dan collaborative economy tersebut telah menjadi cara mengada dan operasi baru yang massif di kalangan generasi muda. Kata “kolaborasi” menjadi mantra yang direkognisi dan digunakan oleh generasi muda Indonesia dalam berbagai kegiatan. Saat ini kolaborasi mewujud sebagai kebiasaan dan budaya baru dalam berinteraksi antara komunitas, organisasi, perusahaan dan bahkan pemerintah. Dalam konteks ekonomi, kolaborasi muncul dalam bentuk pengembangan bisnis berbasis ekosistem. Yang mengandaikan dan memanfaatkan network effect untuk mengungkit pertumbuhan bisnis.

Dalam semangat zaman (zeitgeist) semacam itu, kalangan generasi baru koperasi yang dimotori oleh Indonesian Consortium for Cooperative Innovation (ICCI), menawarkan alternatif model yang disebut sebagai startup cooperative. Yakni suatu koperasi dengan model bisnis inovatif ala startup atau perusahaan startup dengan basis kelembagaan koperasi. Model tersebut bertujuan untuk memberi ruang kreativitas dan inovasi baru bagi generasi muda di tengah disrupsi yang terjadi.

Tahun 2018-2019, ICCI menyelenggarakan program edukasi dan inkubasi startup coop di beberapa provinsi. Sampai kemudian pada tahun 2020, beberapa tenan siap untuk membadanhukumkan bisnis rintisan mereka menjadi koperasi. Di sanalah kemudian model multi pihak dibutuhkan untuk memayungi bisnis yang mengolaborasi beberapa pelaku dalam ekosistem bisnis mereka. Sehingga kemunculan KMP di Indonesia bersifat organik atau hadap masalah, sebagai kebutuhan praktis menjawab dinamika lapangan.

Di lapangan pendirian koperasi diselenggarakan melalui Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK). Pada tahun itu beberapa inisiatif ditolak oleh notaris karena mereka beralasan belum ada ketentuan yang mengatur tentang model multi pihak di Indonesia. Tepatnya 25 November 2020, ICCI mulai melakukan advokasi dengan menerbitkan artikel “Perlu Diskresi untuk Koperasi Multi Pihak”  di Kompas.com. Gagasan dan proposal tersebut disambut positif oleh Kementerian Koperasi dan UKM.

Rentang akhir tahun 2020 sampai dengan medio 2021 disusunlah Peraturan Menteri untuk memayungi model baru tersebut yang terbit pada 21 Oktober 2021. Permenkop UKM No. 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak menandai secara resmi adopsi KMP dalam kerangka hukum perkoperasian di Tanah Air. Meski awalnya ditujukan untuk memfasilitasi model startup cooperative (digital), ternyata masyarakat menyambut baik dan berdirilah aneka KMP di berbagai sektor atau lapangan usaha.

Sehingga selaras dengan pandangan Girrard dan Munkner di awal, kemunculan KMP di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan ekonomi dan teknologi, yang mendisrupsi berbagai bisnis eksisting dan model bisnis konvensional. Pada sisi lain, paradigma collaborative economy cukup mewarnai KMP yang ada, di mana entrepreneur dan entrepreneurship  direkognisi dengan menghargai kepeloporan para Pemrakarsa atau Pendiri. Sehingga mengikuti tipologi Girrard, KMP di Indonesia cenderung bercorak mutualistic model.

Penelusuran sejarah KMP di berbagai negara di atas memberi pemahaman mendasar bahwa koperasi berkembang secara organik, dialektik dan kontekstual serta memiliki conditio sine qua non masing-masing. KMP bukan sekedar formula baku yang diimpor dari satu negara ke negara lain. Meski demikian pengalaman negara lain menjadi rujukan dalam proses adaptasi pada kerangka regulasi oleh negara yang belakangan mengadopsi.

Model/ orientasi KMP juga bersifat kontekstual sesuai dengan konteks sosial-ekonomi dan kebutuhan negara masing-masing. Seperti di Italia di mana KMP hanya bisa beroperasi dalam bentuk koperasi sosial (social cooperative) sebagai upaya solusi dan inklusi terhadap berbagai masalah sosial yang terjadi di sana. Sedang pada negara lain memiliki model atau orientasi berbeda. []

*Ketua Komite Eksekutif ICCI, merupakan Promotor Koperasi Multi Pihak di Indonesia yang mengadvokasi model serta regulasi KMP sejak tahun 2020. Terlibat intensif dalam perumusan Permenkop UKM No. 8 Tahun 2021.


Baca Juga:
Apa Itu Koperasi Multi Pihak?

Apa Itu Koperasi Multi Pihak?
Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Post a comment