Pada 21 April 2022 Indonesian Consortium For Cooperative Innovation (ICCI) menyelenggarakan Webinar Series ke 2 di tahun ini dengan Tema “New Generation Cooperative “Model & Kontekstualisasi di Indonesia”. Kegiatan ini terdiri dari dua sesi penyampaian materi dan diskusi yang dimoderatori oleh Anis Saadah selaku Managing Director ICCI. 

Sesi pertama webinar yakni sambutan oleh Kepala Divisi Riset dan Manajemen Pengetahuan, Wildanshah. Wildanshah menyampaikan kepada seluruh peserta bahwa webinar kali ini menjadi  momentum untuk mengeksplorasi ide ide koperasi yang lebih inovatif dan imajinatif.  NGC bukan istilah baru di negara maju, dimana konsep NGC ini berkontribusi pada perkembangan industrialisasi dan korporatisasi pertanian. 

Harapan besar dari webinar ini yakni mampu memberikan perubahan yang dimulai dari minoritas kreatif, dimana kita mampu memobilisasi petani kecil dan menengah dari on farm sampai off farm agar petani mendapat nilai tambah lebih, dan petani tidak hanya sekedar menjadi subjek namun mampu mandiri dan lebih bermartabat secara ekonomi. 

Pembicara sesi pertama adalah Dr. Nur Choirul Afif selaku Dosen dan Kepala Departemen Manajemen Bisnis FEB Unsoed . Pembicara membahas mengenai konsep, sejarah, best practice di Luar negeri hingga memberikan pandangan apa yang membedakan antara NGC dengan Traditional Cooperative (TC). Dilanjutkan sesi kedua yang disampaikan oleh Arsiya Isrina Wenty selaku Business Advisor Agriterra Indonesia, Agriterra yakni  NGO Pertanian dari Belanda. Wenty memberikan perspektif mengenai kontekstualisasi NGC di Indonesia, praktika dan bagaimana implementasinya di Indonesia.

Nur Choirul Afif memberikan materi bahwa terdapat berbagai tipologi koperasi yang teridentifikasi di seluruh dunia. Tipologi model koperasi berdasarkan hak kepemilikan dibedakan menjadi dua arus utama, yaitu koperasi tradisional dan perusahaan berbasis investor.Koperasi dapat memodifikasi bentuk organisasinya diantara kedua arus tersebut, misalnya apakah tetap mempertahankan koperasi tradisional, koperasi anggota investor, koperasi generasi baru, koperasi dengan entitas mencari modal, koperasi investor saham atau perusahaan berorientasi investor.  Salah satunya adalah New Generation Cooperatives yang muncul pada tahun 1990 di utara amerika serikat dan selatan kanada yang memfokuskan pada pemasaran dan nilai tambah untuk produk koperasi. 

New Cooperative Model perlu menjawab berbagai persoalan mengenai kepemilikan, kendali atas aset residual koperasi dan kelembagaan yang efektif dan efisien. Dalam kelembagaan NGC ini Para investor perlu mendapatkan reward atas berbagai faktor risiko yang akan ditanggung pada kegiatan bisnisnya.  Kondisi tersebut diperlukan untuk membangun agility organization yang adaptif, fleksibel dan responsif terhadap perubahan faktor eksternal yang relatif cepat, terutama tuntutan stakeholders. 

Sesi kedua dengan narasumber Arsiya Isrina Wenti memberikan pemaparan praktika koperasi di sektor pertanian yang didampingi oleh Agriterra. Beberapa praktika seperti koperasi pertanian di Demak, dan petani kopi di Bandung. Dari praktika koperasi dengan pendekatan NGC yang dilakukan oleh Agriterra yang menjadi fokus utama yakni pendekatan bada Model Bisnis nya terlebih dahulu setelah itu ke kelembagaan koperasinya. 

Wenty menekankan apa yang membedakan antara TC dengan NGC yakni pada pemilik pabrik pengolahan produknya. Pada TC koperasi berperan sebatas aggregator produk pertanian anggota dan koperasi menjual bahan mentah ke Pabrik dari Investor-owned company. Sedangkan NGC koperasi berperan sebagai pemilik dan pemasok yang menjual produk pertanian ke pabrik pengolahan yang dimiliki oleh koperasi tersebut. 

Wenty memaknai NGC secara gamblang tidak mendefinisikan apa NGC karna biarlah itu menjadi Imaginasi bagi semua pihak agar koperasi mampu berkembang dengan aneka praktika, apa yang menjadi penting adalah berfokus pada nilai tambah dan benefit yang didapatkan pada petani petani di Indonesia. Wenty juga mencita citakan agar terwujudnya satu koperasi yang fokus pada satu produk di seluruh Indonesia agar tercapainya korporatisasi pertanian yang berdikari ditangan petani.

Sesi diskusi mendapat antusias dari beberapa peserta yang mengikuti webinar salah satunya Dewi Hutabarat praktisi koperasi dan pendiri Koperasi KOBETA. Dewi sangat mengapresiasi terselenggaranya webinar ini yang telah memantik inspirasi dan insight baru di gerakan koperasi, apa yang menjadi krusial sekarang adalah dewi berharap RUU Perkoperasian mendatang harus lebih sederhana, agar koperasi lebih bisa beraneka ragam warna dan karakteristik nya dan tidak terkotakan dalam ukuran yang sempit. []