Per 4 Desember 2024, ODS Kemenkop merekam sudah ada 231 Koperasi Multi Pihak (KMP) yang berdiri di berbagai kota/ kabupaten di Indonesia. Sebagaimana koperasi pada umumnya, KMP tersebut digolongkan berdasar jenisnya. Ada 35,4% berjenis produsen, 27,7% berjenis jasa, 24,6% berjenis konsumen dan 12,3% adalah pemasaran.
Meski demikian masih ditemukan 15 unit KMP berjenis simpan pinjam (tidak dipersentasekan karena secara regulasi tidak sah). Sebagaimana Permenkop UKM No. 8 Tahun 2021 pasal 7 menyatakan bahwa KMP melaksanakan semua jenis usaha, kecuali usaha simpan pinjam.
Sayangnya di masyarakat masih ditemukan penyimpangan dari peraturan tersebut. Hal itu kemungkinan disebabkan karena notaris, di mana koperasi tersebut melakukan pendirian/ perubahan, belum memahami utuh regulasi tersebut.
“Penyimpangan tersebut tentu perlu diluruskan oleh Pemerintah. Mereka harus melakukan perubahan dengan dua opsi: tetap menjadi koperasi simpan pinjam, dengan menghapus model multi pihaknya. Atau tetap menjadi KMP, dengan menghapus usaha simpan pinjamnya”, terang Firdaus Putra, HC., Ketua Komite Eksekutif ICCI.
Keterangan: Pembinaan KMP di Provinsi Jawa Timur, 20 November 2024
Di lapangan juga ditemukan di mana koperasi merasa tidak memilih status/ model multi pihak, namun akta pendirian/ perubahan koperasinya menjadi multi pihak. “Saya temukan kasus semacam itu. Idealnya notaris menyampaikan perbedaan model tersebut. Pada kasus perubahan, sesungguhnya itu keliru besar. Karena harusnya notaris memproses sebagaimana hasil keputusan rapat, tidak lantas memprosesnya menjadi multi pihak”, sambungnya.
Pada kesempatan yang lain ada juga masyarakat yang menghendaki mendirikan KMP, namun belum ada notaris di kotanya dapat memprosesnya. Dimengerti bahwa model multi pihak memiliki perbedaan dengan yang konvensional. Perbedaan itu terlihat juga pada Anggaran Dasar (AD) di mana pada multi pihak, pengaturannya lebih detail pada beberapa ketentuan seperti kelompok anggota, porsi suara, hak dan kewajiban, kualifikasi anggota dan seterusnya.
Notaris sebagai salah satu pilar profesi pendukung perkoperasian memang idealnya perlu melakukan update terkait regulasi perkoperasian terkini. “Di sini peranan asosiasi notaris serta Pemerintah diperlukan untuk memberi penyuluhan dan sosialisasi bagi teman-teman notaris”, terang Firdaus.
Terlepas dari berbagai kekeliruan yang terjadi, Firdaus menilai bahwa bertambahnya para pengadopsi KMP membuktikan model ini relevan dengan kebutuhan masyarakat. Ditambah sampai saat ini belum ada role model di Indonesia. Butuh 3-5 tahun bagi kita hasilkan role model yang valid sehingga dapat dicontoh massif oleh masyarakat luas.
“Saya pikir itulah kerja ICCI mendatang, bagaimana mencari, mendampingi serta mensistematisasi KMP potensial agar dapat menjadi role model. Dengan keterbukaan para praktisi KMP, proses sistematisasi itu akan lebih mudah. Beberapa rekan dan kolega sedang melakukan riset untuk kebutuhan studinya. Dari sana nantinya dapat dirumuskan skenario pembinaan yang relevan bagi KMP eksisting”, pungkasnya. []
Baca konten lainnya tentang Koperasi Multi Pihak
- Apa itu Koperasi Multi Pihak: https://icci.id/2024/04/29/apa-itu-koperasi-multi-pihak/
- Mengapa Koperasi Multi Pihak Lahir: https://icci.id/2024/05/04/mengapa-koperasi-multi-pihak-lahir
- Koperasi Multi Pihak Early Adopters: https://icci.id/2024/04/20/signifikansi-early-adopters-dan-upaya-crossing-the-chasm-koperasi-multi-pihak-di-indonesia/
- Peluang dan Tantangan Koperasi Multi Pihak Sektor Pertanian: https://icci.id/2023/11/25/peluang-dan-tantangan-koperasi-multi-pihak-sektor-pertanian/
- Sejarah, Model dan Kontekstualisasi Koperasi Multi Pihak di Indonesia: https://icci.id/2022/08/22/sejarah-model-kontekstualisasi-dan-prospek-koperasi-multi-pihak-di-indonesia/
Post a comment