Orasi ilmiah yang dibawakan Prof. Engkos Achmad Kuncoro dalam Pengukuhan Guru Besar Ilmu Manajemen BINUS University pada 24 September 2022, sangat menarik untuk disimak. Sebagai Guru Besar Ilmu Manajemen Prof. Engkos mengupas topik “Platform Cooperative as a Business Model, An Innovation Toward a Fair Sharing Economy in Indonesia”. Orasi ilmiah tersebut menjadi sangat bermakna sebab dibawakan di kampus yang alumninya banyak melahirkan startup-startup besar di Indonesia. Salah satunya seperti Wiliam Tanuwijaya, CEO dan Founder Tokopedia, yang lulus tahun 1999 dari jurusan Teknik Informatika.
Mengawali eksplorasinya tentang platform cooperative, Prof. Engkos mengurai corak ekonomi berbagi (sharing economy) dikelompokkan menjadi tiga: Access Economy (EA), Platform Economy (PE) dan Community-based Economy (CE). Access Economy yakni suatu inisiatif untuk mendayagunakan aset menganggur masyarakat menjadi lebih optimal. Contohnya adalah Nebeng.com, Zipcar dan sebagainya.
Kemudian Platform Economy yakni wahana yang memungkinkan untuk melakukan pertukaran barang/ jasa antarsejawat. Contohnya seperti Grab, Gojek, Uber dan sebagainya. Sedangkan Community-based Economy adalah suatu inisiatif koordinatif non-kontraktual, non-hirarkial dan tanpa upaya untuk melakukan monetisasi dari suatu aktivitas (pekerjaan, pertukaran, dll). Contohnya yakni inisiatif yang dilakukan komunitas pengguna Linux, kontributor Wikipedia dan sejenisnya.
Dalam analisanya, platform coop merupakan bentuk irisan antara Platform Economy dan Community-based Economy. Platform coop memanfaatkan kekuatan skala platform untuk kebaikan masyarakat, baik dengan menggunakan mekanisme tata kelola yang memastikan redistribusi untuk menyeimbangkan kepentingan pemangku kepentingan atau dengan mengarahkan tujuan bentuk platform terhadap kepentingan komunitas.
Hal tersebut berbeda dengan model perusahaan startup swasta lainnya yang kapitalistik. Prof. Engkos menyampaikan banyak kritik terhadap perkembangan startup saat ini. Startup banyak dimulai dengan tujuan yang mulia, yakni meng-enable atau memberdayakan orang-orang yang berada di bawah piramida (bottom line pyramid) sehingga memperoleh manfaat dengan akses yang lebih terbuka. Yang terjadi justru sebaliknya, banyak ketentuan justru memberatkan para mitra dan di sisi lain investor atau pemilik modallah yang memperoleh keuntungan besar.
Belum lagi ditambah dengan kemampuan suatu platform digital dalam mengagregasi data pelanggan yang dapat diolah lebih lanjut untuk melahirkan layanan-layanan baru sehingga kembali menguntungkan pemilik platform. Mengutip Zuboff, Prof. Engkos menyampaikan kekhawatirannya mengenai dampak buruk dari kapitalisme pengawasan (surveillance capitalism) yang hari ini sedang berjalan, yang secara jangka panjang dapat meningkatkan ketimpangan sosial-ekonomi serta ekses negatif lainnya.
Tawaran solusi yang diajukan Prof. Engkos adalah dengan mengembangkan platform coop yang dimiliki secara demokratis oleh seluruh penggunanya. Dalam konteks ini, Prof. Engkos mengafirmasi kehadiran Permen No. 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak sebagai basis kelembagaan dari suatu platform coop. Ia memberi contoh Stocksy, suatu platform coop asal Kanada yang mewadahi para fotografer untuk menjual karyanya. Stocksy berbasis multi pihak yang terdiri dari Kelompok Founder, Kelompok Karyawan dan Kelompok Fotografer.
Pada bagian akhir, Prof. Engkos memberi rekomendasi bagaimana mengembangkan platform coop di Indonesia berbasis koperasi multi pihak, sebagai berikut.
Firdaus Putra, HC., Ketua Komite Eksekutif ICCI mengapresiasi Orasi Ilmiah Prof. Engkos Kuncoro yang mengafirmasi dan mendorong pengembangan platform coop dan koperasi multi pihak di Indonesia. “Saya kira analisa Prof. Engkos sangat jernih dan kredibel, makin bermakna karena orasi ilmiah tersebut dibawakan di kampus BINUS University yang melahirkan banyak startup besar dengan skala unicorn dan decacorn di Indonesia. Saya pikir proposal Prof. Engkos perlu didukung semua pihak seperti Kementerian Koperasi dan UKM. ICCI juga akan mendukung. Perlu sekali untuk melakukan inkubasi model platform coop berbasis koperasi multi pihak sebagai percontohan. Saya yakin hal itu sangat mudah dikerjakan oleh kampus sekaliber BINUS University”, terangnya selepas menyaksikan orasi ilmiah Prof. Engkos Kuncoro secara online.
Visi Prof. Engkos selaras dengan apa yang ICCI sampaikan ketika audiensi dengan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, November 2019 yang lalu. Pengembangan platform coop akan menjadi wajah baru koperasi di Indonesia. Model seperti ini akan mudah diterima oleh para generasi milenial yang memiliki kreativitas tinggi. Di sisi lain, menjadi jawaban jangka panjang terkait dengan demokrasi ekonomi di Indonesia. Berita selengkapnya dapat diakses di “ICCI Tawarkan Konsep Startup Coop dan Koperasi Platform”. “Visinya sama dengan ICCI, bagaimana mengembangkan platform coop di Indonesia. Peluangnya makin terbuka lebar dengan diaturnya koperasi multi pihak pada 2021 yang lalu”.
Prof. Engkos membawa semangat dan optimisme baru dalam khazanah perkoperasian di Indonesia. Bagaimana mendorong inovasi tumbuh dan berkembang di koperasi, salah satunya dengan mendorong model platform coop. Indonesia memiliki potensi besar dalam konteks ekonomi digital. “Infrastruktur sudah cukup baik, kebiasaan atau perilaku konsumen sudah adaptif serta kita memiliki potensi pasar yang sangat besar. Saya pikir hal-hal tersebut akan menjadi pengungkit dalam pengembangan model ini. Kita tidak mulai dari nol, cukup menunggangi gelombang besar yang ada dan memberikannya proposisi nilai yang baru, yakni kepemilikan demokratis bagi seluruh pihak yang terlibat. Selamat dan sukses atas pengukuhan guru besar untuk Prof. Engkos, pikirannya akan menjadi semangat dan pemantik dalam inovasi perkoperasian di Indonesia”, ucap Firdaus. []
Post a comment